Terdakwa dan Pelapor Berpelukan dalam Sidang
Berita

Terdakwa dan Pelapor Berpelukan dalam Sidang

Hakim bukan hanya sekadar menghukum orang yang bersalah, tapi juga dapat menjalin kembali tali silaturahim antara para pihak yang sedang berperkara.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Terdakwa dan Pelapor Berpelukan dalam Sidang
Hukumonline
Terdakwa kasus dugaan tindak pidana pengancaman dengan kekerasan, Mulyadi Datuk Makhudum dan pelapor, Nasril Gindo Rajo, saling berpelukan dan bermaafan dalam sidang di Pengadilan Negeri Batusangkar.

"Hakim bukan hanya sekadar menghukum orang yang bersalah, tapi juga dapat menjalin kembali tali silaturahim antara para pihak yang sedang berperkara," kata anggota Majelis Hakim, Rofi Heryanto pada persidangan di PN Batusangkar di Batusangkar, Selasa (13/9).

Sidang dengan agenda pemeriksaan lima orang saksi dan terdakwa ini dipimpin Hakim Chandra Nurendra Adiyana dengan anggota Rani Suryani Pustikasari, dengan Jaksa Penuntut Umum Yoga.

Hakim Rofi menyampaikan dalam hidup ini kurang baik rasanya seorang pemimpin kaum (datuk) atau pemimpin pemerintahan (kepala jorong) saling bermusuhan dengan warganya, tapi sebaliknya harus mengayomi dan melayaninya.

"Saling memaafkan ini bukan berarti menghentikan proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan," ujarnya.

Dalam persidangan tersebut didengarkan keterangan lima orang saksi yakni saksi korban (pelapor) Nasril Gindo Rajo, Upik (istri korban), Ramaina, Husni, dan Mailis (keluarga terdakwa), serta keterangan Terdakwa Mulyadi Datuk Makhudum.

Saksi korban Nasril Gindo Rajo mengatakan bahwa Terdakwa Mulyadi Datuk Makhudum telah mengancam akan membunuhnya dengan sebilah golok/parang sepanjang kira-kira 50 sentimeter. (Baca Juga: Kepala Sapi Jadi Simbol Pengorbanan Sebelum Hadapi BPN di Pengadilan)

Sementara, terdakwa Mulyadi Datuk Makhudum menyebutkan bahwa ia tidak niat akan menghabisi nyawa korban dengan golok tersebut. Golok itu spontan dibawanya karena baru selesai membersihkan ranting pohon di areal parkir yang berada tak jauh dari rumah korban.

Dalam dakwaan JPU pada sidang sebelumnya disebutkan kronologis kejadian dugaan tindak pidana pengancaman dengan kekerasan tersebut bermula pada Jumat, 17 Juni 2016 sekira pukul 15.30 WIB, Mulyadi Datuk Makhudum (45) didatangi salah satu keluarganya, Ramaina (64), di Jorong Balai Janggo, Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas.

Kedatangan Ramaina untuk memberitahukan bahwa kemenakan Mulyadi Datuk Makhudum, Nasril Gindo Rajo (39) telah melakukan penimbunan tanah di lokasi tanah adat yang berada di depan Istano Basa Pagaruyung.

Mendengar informasi tersebut, Mulyadi berniat menemui Nasril untuk menyelesaikan persoalan tersebut karena ia tidak ada meminta izin kepadanya selaku datuak pimpinan kaum Dalimo yang menguasai tanah milik kaum tersebut.

Mulyadi dengan membawa sebuah parang lalu mendatangi rumah Nasril dan bertemu dengan istrinya yang menyampaikan bahwa suaminya tidak bisa ditemui karena sedang istirahat.

Mendengar suara ribut di rumahnya, Nasril terbangun dan menemui Mulyadi yang langsung memegang bajunya dan menariknya keluar rumah dengan sebuah parang di tangan kiri.

Melihat itu, Upik berupaya menyelamatkan suaminya dengan menariknya kembali ke dalam rumah lalu mengunci rumah dari luar, dan akhirnya Mulyadi pergi meninggalkan rumah Nasril.

Pada kesempatan itu Nasril langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tanah Datar dan setelah dilakukan penyelidikan dan pengumpulan keterangan dan barang bukti, Mulyadi dijadikan tersangka dan dilakukan penahanan pada 30 Juni 2016. Hakim Ketua Chandra akhirnya menunda sidang pada Selasa (20/9) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU.

Tags:

Berita Terkait