Tidak Mudah Tangani Imigran Gelap
Berita

Tidak Mudah Tangani Imigran Gelap

Butuh regulasi yang kuat dan anggaran yang cukup.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit

Selaras hal tersebut Bambang menjelaskan, selama ini persoalan terkait administrasi warga negara asing termasuk imigran ilegal ditangani Ditjen Imigrasi. Cuma, jumlah petugas imigrasi terbatas sehingga tidak mampu menangani masalah imigran ilegal secara maksimal. Hal itu diperparah dengan minimnya regulasi yang kuat. Untungnya, saat ini pemerintah sudah merancang Peraturan Presiden (Perpres) yang intinya mengatur soal penanganan imigran ilegal. Rancangan Pepres itu sudah masuk tahap harmonisasi.

Dengan minimnya regulasi, Bambang melanjutkan, membuat aparat kebingungan melakukan tindakan. Ujungnya, aparat dinilai melakukan pembiaran atas persoalan imigran ilegal. Misalnya, ada sekelompok imigran ilegal yang terdampar di sebuah daerah. Kemudian aparat yang mau mengamankan kebingungan mau dibawa kemana para imigran ilegal itu. Anggaran juga sangat terbatas. Untuk menangani masalah tersebut pemerintah menggandeng beberapa lembaga internasional di bidang migrasi, seperti UNHCR dan IOM. “Jadi itu sulit dana dan payung hukumnya lemah,” kata Bambang.

Bambang menilai Australia sangat serius terhadap isu imigran gelap. Bahkan Indonesia didesak untuk menjadi pusat proses regional untuk imigran gelap yang hendak ke Australia. Tapi secara tegas pemerintah Indonesia menolak usulan pemerintah Australia itu.  Tapi karena desakan negara tetangga itu Bambang mengatakan pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) di darat dan laut untuk menghalau imigran ilegal ke Australia. Sejalan dengan itu Satgas laut rencananya akan mengerahkan 32 armada. Namun Bambang sudah melontarkan koreksi, karena untuk menangani persoalan imigran ilegal tidak perlu mengerahkan armada laut. Tapi penanganannya harus mengacu pada prinsip-prinsip kemanusiaan.

Selain itu berdasarkan data yang diperoleh Kemenkopolhukam Bambang menyebut sebagian besar imigran ilegal datang ke Indonesia menggunakan jalur udara. Mereka masuk secara legal dan biasanya memegang visa budaya atau wisata. Persoalannya, para imigran gelap itu melanjutkan perjalanannya dari Indonesia menuju Australia tanpa prosedur resmi. Perjalanan menuju Australia itu tidak dilakukan sendiri oleh para imigran gelap, tapi dibantu calo. Bambang mencatat para imigran gelap yang ingin ke Australia itu berani membayar para calo dengan mahal, mencapai puluhan ribu dollar AS.

Para imigran ilegal yang menunggu persiapan perjalanan menuju Australia menurut Bambang bertempat di suatu daerah di Cisarua, Bogor. Di lokasi itu terdapat ribuan imigran gelap yang berasal dari berbagai negara. Dengan keterbatasan yang ada, pemerintah belum maksimal menertibkan daerah tersebut. Sekalipun ingin mengusir para imigran gelap itu dari Bogor, kondisinya menurut Bambang tergolong sulit. Apalagi banyak imigran ilegal yang sudah menetap bertahun-tahun dan melakukan nikah siri dengan penduduk setempat.

Walau sulit, Bambang menegaskan sampai saat ini pemerintah berupaya membersihkan Cisarua dari imigran Ilegal. Apalagi para imigran ilegal itu dikhawatirkan membawa dampak negatif bagi Indonesia, khususnya penduduk lokal. Sebab tidak menutup kemungkinan dari komunitas imigran ilegal itu muncul potensi terorisme atau sindikat narkotika. Untuk mewujudkan hal tersebut, jajaran Polri dan TNI dirangkul dalam rangka penegakan hukum. Juga secara tegas pemerintah menginstruksikan kepada jajarannya untuk menindak tegas warga negara asing yang tidak berdokumen lengkap. “Kalau ada orang asing tidak bersertifikat lengkap, tangkap dulu. Kemudian diperiksa dan memanggil pihak imigrasi,” papar Bambang.

Kemudian, kata Bambang, pemerintah juga melakukan sosialisasi dan penyuluhan di wilayah pesisir yang rawan digunakan imigran ilegal untuk menyebrang ke Australia. Dengan begitu diharapkan penanganan terhadap imigran ilegal dapat berjalan lancar. “Penyuluhan nelayan di seluruh pantai selatan dengan lisan, film dan brosur, bahwa kerjasama dengan para imigran ilegal adalah tindak pidana,” tandasnya.

Tags: