Tiga Alasan DPD Uji Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden
Utama

Tiga Alasan DPD Uji Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden

Sudah diputuskan melalui rapat paripurna dan mendapat persetujuan dari para anggota DPD. DPR minta MK membuka peluang pencalonan dari jalur independen dan syarat ambang batas pencalonan presiden menjadi 0%.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Suasana di depan gedung MK saat sengketa pemilu. Foto: RES
Suasana di depan gedung MK saat sengketa pemilu. Foto: RES

Aturan yang yang membatasi hak untuk maju dalam pemilihan presiden (Pilpres) dalam Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dinilai merugikan hak warga negara. Sejumlah kalangan mendorong agar syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) minimal sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR diubah menjadi 0 persen hingga membuka peluang jalur independen.

Salah satunya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sudah ancang-ancang ingin mengajukan pengujian Pasal 222 UU Pemilu. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan lembaga negara yang dipimpinnya bakal melangkah menguji materil aturan ambang batas pengajuan calon presiden dalam UU 7/2017. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna masa sidang III Tahun 2021-2022, Jumat (18/2/2022) pekan lalu.

Dia mengatakan keputusan tersebut sebagai upaya mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat dan beberapa elemen organisasi kemasyarakatan yang diperoleh berdasarkan rapat dengan pendapat. Kemudian Focus Group Discussion (FGD) maupun kunjungan kerja para senator. Berdasarkan rapat paripurna, seluruh anggota dewan yang hadir secara fisik maupun virtual memberikan persetujuan.

“Maka DPD secara kelembagaan akan mengajukan judicial review terkait aturan presidential threshold dimaksud ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

(Baca Juga: Beramai-Ramai ‘Gugat’ Aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden)

Aturan ambang batas pengajuan calon presiden diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 yang menyebutkan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoLeh 25 % (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.

Senator asal Jawa Timur itu menerangkan ada tiga alasan DPD mengajukan uji materi aturan tersebut ke MK. Pertama, kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap pelaksanaan demokrasi. Kedua, rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Ketiga, semakin kuatnya dukungan atas ide calon perseorangan dari jalur independen dan wacana presidential threshold 0%.

DPD sebelumnya telah berupaya memasukkan usulan Revisi UU 7/2017 dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Sayangnya, usulan tersebut dimentahkan DPR dan pemerintah. “Kami mengapresiasi upaya hukum dari beberapa anggota DPD  yang telah melakukan judicial review terhadap UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK. Kami mendukung upaya tersebut,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait