Tiga Guru Besar Ini Beri Masukan Soal Omnibus Law
Utama

Tiga Guru Besar Ini Beri Masukan Soal Omnibus Law

Terpenting, penyusunan omnibus law harus memenuhi asas keterbukaan, kehati-hatian, partisipasi masyarakat, konsistensi terhadap Pancasila dan UUD 1945.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Hal ini juga berpotensi mengakibatkan eksplorasi SDA berlebihan dan memperparah kerusakan lingkungan. Harmonisasi regulasi sektor SDA ini, menurut Maria telah tertuang dalam TAP MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

 

TAP MPR ini menjabarkan ada UU sektoral yang saling tumpang tindih dan bertentangan satu sama lain, sehingga dibutuhkan harmonisasi UU sektoral. Sayangnya, sampai saat ini pemerintah dan DPR belum melaksanakan amanat TAP MPR tersebut.

 

Terkait SDA sebagai obyek investasi, Maria meminta program reforma agraria harus tetap terjamin pelaksanaannya secara serius. Salah satu wujudnya, RUU Hak Masyarakat Hukum Adat harus dituntaskan. Penyelesaian konflik agraria sejak era orde baru harus diselesaikan menyeluruh dengan membentuk lembaga independen penyelesaian konflik agraria yang bertanggung jawab kepada presiden.

 

Lihat Isi Omnibus Law Selengkapnya:

 

Terakhir, Maria mengingatkan investasi yang perlu didukung yakni investasi yang adil, demokratis, berkepastian hukum, dan berkelanjutan. RUU Cipta Lapangan Kerja – saat ini disebut RUU Cipta Kerja - berpotensi menimbulkan masalah secara teoritis dan implementasi, khususnya bidang pertanahan.

 

“Substansinya perlu dikaji kembali agar tidak menimbulkan kesan isunya sudah ditolak dalam RUU Pertanahan. Kemudian ‘disalurkan’ melalui RUU Cipta Kerja,” kata wanita yang kini tercatat sebagai salah satu Dewan Penasihat Senior Kantor Staf Kepresidenan ini. Baca Juga: 7 Kritik Kiara untuk Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja  

 

Sementara Guru Besar Hukum Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Maria Farida Indrati dalam bahan paparannya menerangkan tradisi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia selama ini menggunakan sistem civil law (eropa kontinental). Ada keterikatan pada sumber hukum tertinggi yaitu Pancasila dan UUD RI 1945.

 

“Pembentukan peraturan ini diatur lebih lanjut dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan omnibus law berkembang dalam tradisi hukum common law,” tulis Maria.

Tags:

Berita Terkait