Tiga Jenis Kreditur dalam Perkara Kepailitan
Terbaru

Tiga Jenis Kreditur dalam Perkara Kepailitan

Terdapat 3 jenis kreditur yang harus diperhatikan dalam perkara kepailitan suatu badan usaha yaitu kreditur preferen, separatis dan konkuren. Terdapat perbedaan klasifikasi ketiga jenis kreditur tersebut, khususnya prioritas penyelesaian kewajiban. Sehingga, penting untuk dicermati mengenai pihak yang terlebih dahulu harus dilunasi piutangnya oleh badan usaha selaku debitur.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Kurator sekaligus Managing Partner Dwinanto Strategic Legal Consultant (DSLC), Rizky Dwinanto.
Kurator sekaligus Managing Partner Dwinanto Strategic Legal Consultant (DSLC), Rizky Dwinanto.

Kurator sekaligus Managing Partner Dwinanto Strategic Legal Consultant (DSLC), Rizky Dwinanto, menjelaskan rujukan dasar pembagian kreditur dapat terlihat pada Pasal 1131, 1132, 1133 dan 1137 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Untuk jenis kreditur preferen, Rizky menjelaskan sifatnya mendahului dari jenis yang lain seperti tagihan kas negara.

Namun, dia menambahkan sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 (“Putusan MK 67/2013”) mengutamakan pembayaran upah buruh di atas semua jenis kreditur. Dalam amar putusannya, Putusan MK 67/2013 menyatakan bahwa: Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”;

Selanjutnya, kreditur separatis yang sifatnya terjamin karena jenis ini memiliki jaminan kebendaan atas utang yang dimiliki debitur. Urutan kreditur separatis ini berada setelah upah buruh dan kreditur preferen. Rizky menjelaskan dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda Berkaitan dengan Tanah, UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, kreditor separatis dapat mengeksekusi jaminan tersebut. Namun, dalam Undang Undang 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ada ketentuan jangka waktu atau “masa stay” maksimal 90 hari untuk untuk beri kesempatan pada kurator memaksimalkan bundel pailit, pencatatan dan pendataan.

“Masa stay pasal 55,56,57,58,59 (UU Kepailitan dan PKPU) ada maksimal 90 hari yang dimaksud tanpa kesampingkan hak dari kebendaannya untuk beri kesempatan pada kurator untuk memaksimalkan bundel pailit, pencatatan dan pendataan, masa stay 90 hari setelah itu prioritas pertama eksekusi dikembalikan kepada pemegang jaminan tersebut. Apakah itu kehilangan haknya? Tidak. Setelah diberi waktu 60 hari untuk eksekusi jika tidak terselesaikan maka eksekusi tersebut diambil alih kurator tanpa melepaskan hak separatis terhadap jaminan benda tersebut,” ungkap Rizky dalam acara #HukumonlinePodcast “Debitur Jatuh Pailit, Kreditur Harus Lakukan Ini!”.

Terakhir, kreditur konkuren atau kreditor biasa, artinya kreditor yang sama sekali tidak memegang jaminan khusus atas piutangnya dan tidak memperoleh hak diistimewakan dari undang-undang.

Tags:

Berita Terkait