Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan pentingnya memiliki karakter yang berintegritas untuk mencegah perilaku koruptif bagi jajaran Mahkamah Agung RI, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (22/8). Dia menjelaskan saat mempunyai jabatan atau kekuasaan yang besar dan tidak dibarengi sikap integritas maka akan mudah terjerumus perbuatan korupsi.
“Kalau kita ingin menghentikan korupsi, hanya satu caranya, yaitu miliki sifat dan sikap integritas. Karena sekuat apapun kekuasaan kita, seluas apapun kesempatan korupsi di depan kita, tidak akan terjadi karena kita punya integritas,” pesan Firli.
Firli menambahkan, ada tiga modus korupsi yang sering ditemui dalam sistem peradilan. Pertama, suap-menyuap perkara; Kedua, gratifikasi kepada hakim; dan Ketiga, pemerasan. Firli pun merekomendasikan sejumlah hal untuk bisa dilakukan bersama-sama dalam menutup celah korupsi di lingkungan peradilan MA.
Diantaranya, pengawasan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP); Pembentukan Zona Integritas yaitu terciptanya WBK dan WBBM; Implementasi Regulasi di MA; Optimalisasi Pengadaan Barang dan Jasa; Sertifikasi Kompetensi Hakim yang menangani perkara; dan diberlakukannya merit system sehingga jauh dari praktik korupsi.
Baca Juga:
- KPK Beri ‘Wejangan’ Kepada Penyelenggara Negara di MA
- Status Uang Muka Jika Jual Beli Batal
- Bolehkah Advokat Menolak Klien? Ini Penjelasan Hukumnya
“Inilah manfaat kegiatan (PAKU Integritas) kita hari ini, pulang dari sini bisa melihat kembali apakah sistem yang ada di MA masih ada celah korupsi, kalau masih ada mari kita tutup bersama,” ujar Firli dalam kegiatan Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas).
Sementara itu, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardhiana mengatakan KPK telah melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI) terhadap MA pada tahun 2021. Hasilnya, sekitar 11% pegawai MA mempunyai pengalaman melihat atau mendengar pegawai menerima pemberian; 14% penyedia barang/jasa pemenang pengadaan memiliki hubungan kedekatan dengan pejabat, 34% terdapat pegawai MA yang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi dan 17% pegawai menilai adanya persepsi pengaruh nepotisme dalam promosi atau mutasi pegawai (kedekatan dengan pejabat).