Tiga Rekomendasi KY Terkait Persidangan Tragedi Stadion Kanjuruhan
Utama

Tiga Rekomendasi KY Terkait Persidangan Tragedi Stadion Kanjuruhan

Yakni akses dan partisipasi masyarakat, keselamatan dan keamanan para pihak, serta integritas pembuktian dalam memeriksa dan memutus perkara ini. Koalisi berharap persidangan tragedi stadion Kanjuruhan dapat diakses seluas-luasnya oleh publik.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keganjilan lain yang ditemukan Koalisi dalam persidangan yakni diterimanya anggota Polri sebagai penasehat hukum dalam persidangan pidana. Keputusan tersebut bertentangan dengan Pasal 16 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang mengatur dalam proses pidana, Polisi tidak memiliki wewenang untuk melakukan pendampingan hukum di persidangan pidana.

Profesi yang berhak mengenakan atribut toga dan melakukan pendampingan hukum dalam persidangan pidana adalah advokat. Anggota polri tidak dapat menggunakan atribut/toga advokat. Untuk menjadi advokat harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana sudah ditentukan dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Koalisi menilai keputusan tersebut merusak dan melecehkan sistem hukum yang berlaku.

Berdasarkan berbagai hal tersebut, Koalisi mengusulkan KY untuk melakukan sedikitnya 2 hal. Pertama, melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap jalannya persidangan Tragedi Kanjuruhan serta mendesak Pengadilan Negeri Surabaya untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi publik untuk dapat melakukan pemantauan atau pengawasan jalannya proses persidangan. Kedua, mendorong Komisi Yudisial untuk mengambil langkah hukum jika ditemukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim pada proses persidangan.

Juru Bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, menjelaskan Komisi Yudisial menerima Koalisi Masyarakat Sipil terkait pemantauan dalam persidangan "Trajedi Kanjuruhan" beberapa waktu lalu. Sebelum permohonan pemantauan diajukan oleh koalisi masyarakat dan tim advokasi Aremania Menggugat, Komisi Yudisial sudah memutuskan untuk melakukan pemantauan terhadap persidangan dan perilaku hakim dalam perkara ini.

“Komisi Yudisial melakukan pemantauan langsung di persidangan untuk 5 berkas perkara dalam kasus ini. Laporan dari koalisi masyarakat sipil dan tim advokasi Aremania menjadi catatan bagi Komisi Yudisial,” kata Miko.

Terkait dengan akses persidangan, Komisi Yudisial berpandangan persidangan terbuka untuk umum tidak sama dengan penyiaran secara langsung (live). Penentuan penyiaran sidang secara langsung berada pada domain Ketua Majelis Hakim.

Meski begitu, kata Miko Ginting. Komisi Yudisial mendorong Ketua Majelis Hakim dalam perkara ini dapat mempertimbangkan tiga aspek penting yaitu akses dan partisipasi masyarakat, keselamatan dan keamanan para pihak, serta integritas pembuktian dalam memeriksa dan memutus perkara ini.

Tags:

Berita Terkait