Tiga Strategi Kebijakan Mendorong Penguatan Arsitektur Kesehatan Nasional
Terbaru

Tiga Strategi Kebijakan Mendorong Penguatan Arsitektur Kesehatan Nasional

Penyusunan kebijakan berbasis data mesti tersinergi dalam satu wadah. Khususnya dalam sektor kesehatan, sehingga bermanfaat dalam mengambil kebijakan strategis dalam situasi darurat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Gagap menghadapi kondisi daruurat pandemi Covid-19 dua tahun lalu menjadi pelajaran pentingnya memiliki arsitektur kesehatan nasional yang kuat. Tapi di tengah perubahan global yang berkembang mengharuskan kesadaran merestrukturisasi arsitektur kesehatan menyeluruh. Apalagi, penguatan arsitektur kesehatan global menjadi isu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 sebagai kunci pemulihan global yang kuat dan berkelanjutan.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Ahmad Tholabi Kharlie melalui keterangannya, Selasa (8/11/2022). “Perlu mendorong kesadaran merestrukturisasi arsitektur kesehatan menyeluruh,” kata Prof Ahmad Tholabi Kharlie.

Menurutnya, ada tiga strategis kebijakan yang didorong Forum Presidensi G20 dalam upaya memperkuat arsitektur kesehatan global. Pertama, menyusun dan membangun mekanisme global health fund. Kedua, membuka akses penanggulangan darurat kesehatan. Ketiga, penguatan mekanisme berbagi data yang terpercaya dengan pembentukan platform genome sequence data secara global.

Baginya, peningkatan arsitektur kesehatan global tentang ihwal ruang akses dan informasi data. Berkaca di awal pandemi Covid-19, terjadi distribusi informasi dan data yang tidak merata malah menghambat penanggulangan pandemi.  Seperti, saat data sekuens genom hanya dapat diakses oleh Moderna, dan BioNTech. Padahal, data tersebut dibutuhkan banyak negara sebagai bagian mitigasi, termasuk pembuatan vaksin.

Fakta di lapangan sering ditemukan ketidakcocokan data yang dimiliki kementerian dan lembaga. Dampaknya, berpotensi mengaburkan arah kebijakan akibat ketidakpastian rancunya data yang dapat dijadikan rujukan. Padahal, sebuah kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak, sepatutnya dibuat dengan basis data yang solid.

Pria yang juga menjabat Ketua Forum Dekan Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia itu berpandangan, penyusunan kebijakan berbasis data mesti tersinergi dalam satu wadah, khususnya dalam sektor kesehatan. Dengan begitu, bermanfaat dalam mengambil kebijakan strategis dalam situasi darurat. Seperti soal kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sebelumnya diberlakukan secara tentatif demi mencegah transmisi Covid-19.

Menurutnya, diskursus soal data memang perlu menjadi fokus banyak elemen dan pemangku kebijakan di sektor pemerintah dan swasta, sampai masyarakat. Dia menilai tak hanya dasar perumusan kebijakan dengan basis data yang lebih baik, informasi yang tersedia bagi masyarakat juga bakal menjadi lebih akurat.

Tags:

Berita Terkait