Tiga Tahun UU Administrasi Pemerintahan
Fokus

Tiga Tahun UU Administrasi Pemerintahan

Hasil kajian terhadap UU Administrasi Pemerintahan menemukan sejumlah kelemahan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Perhatian hakim

Perluasan makna KTUN dalam UUAP memang telah membawa konsekuensi dalam praktek. Salah satunya apa yang ditemukan peneliti LeIP dan Pattiro, bahwa telah terjadi perluasan makna dalam praktek sehingga rekomendasi pun dianggap sebagai objek sengketa tata usaha negara. Rekomendasi dianggap memenuhi keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum, padahal suatu rekomendasi tak memenuhi syarat final sebagaimana selama ini pemahaman yang dianut mengenai KTUN. “Perluasan makna telah mempengaruhi putusan pengadilan,” kata peneliti LeIP, Alfeus Jebabun, kepada hukumonline kala hasil penelitian itu dilansir Agustus lalu.

(Baca juga: Hakim Perlu Berhati-Hati Menerapkan Perluasan Makna KTUN).

Hakim TUN, Yodi Martono Wahyunadi, dalam ringkasan disertasinya di Universitas Trisaksi, yang dipertahankan Maret 2016 silam, memaparkan kompetensi PTUN setelah berlakunya UUAP bukan hanya KTUN, tetapi juga tindakan administrasi. PTUN juga punya kompetensi memutus permohonan untuk menentukan penilaian ada tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang. Konsekuensi perubahan norma TUN tersebut tak lain adalah terhadap UU Peradilan Tata Usaha Negara. UU yang disebut terakhir harus disesuaikan dengan UUAP.

Kalangan hakim TUN sebenarnya juga menaruh perhatian besar terhadap UUAP selama tiga tahun terakhir. Puncaknya, UUAP menjadi bahan pembahasan dalam rangka ulang tahun PTUN ke-26, di Jakarta, Januari 2017 lalu. Ada empat hasil rumusan seminar dalam rangka HUT PTUN tersebut. Pertama, ada perluasan kompetensi PTUN. Kedua, kompetensi absolute PTUN harus diubah, tetapi bukan dengan Ketentuan Peralihan UUAP, melainkan perubahan UU PTUN. Ketiga, pemberlakuan UUAP tidak mengesampingkan UU PTUN. Keempat, salah satu arah politik UUAP –bersama UU Aparatur Sipil Negara dan UU Pemda—adalah membangun model penegakan hukum baru yang lebih memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum yang adil.

Mengenai kompetensi PTUN menilai suatu keputusan Pejabat/Badan TUN, Prof. Hadjon menilai perluasan cakupan penilaian patut dipertanyakan. PTUN secara konseptual didesain mengawasi eksekutif saja. Namun UUAP memperluas hingga ke legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya.

(Baca juga: Menguji Asas Presumptio Iustae Causa di Lingkungan Tata Usaha Negara).

Berdasarkan penelusuran Hukumonline, UUAP sudah disinggung hakim dalam sejumlah putusan. Misalnya dalam putusan Mahkamah Agung No. 482K/TUN/2016, majelis majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara ini menyebutkan bahwa istilah ‘final’ harus dimaknai bahwa KTUN itu sudah menimbulkan akibat hukum bagi pihak yang dikenai keputusan atau pihak ketiga yang tidak dikenai putusan (vide Pasal 87 UUAP). Selain itu, majelis menyatakan bahwa dalam perkara tersebut Laporan Hasil Audit Investigasi yang menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara secara futuristic sesuai jiwa UU A dapat merugikan kepentingan penggugat, sehingga patut dipandang telah menimbulkan akibat hukum bagi penggugat.

Contoh lain, putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 telah mengaitkan UUAP dengan upaya pemberantasan korupsi. Menurut Mahkamah, kehadiran UUAP dikaitkan dengan kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) UU Tipikor menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma penerapan unsur merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. “Dalam perkembangannya, dengan lahirnya UU Administrasi Pemerintahan maka kerugian negara karena kesalahan administratif bukan merupakan unsur tindak pidana korupsi,” demikian pertimbangan Mahkamah pada halaman 112.

Dosen Fakultas Hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar, memberi catatan khusus atas Pasal 19 UUAP. Pasal ini menyebutkan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3) tidak sah apabila telah diuji dan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Disebutkan pula bahwa keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan mencampuradukkan wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurut Mochtar, rumusan norma pada Pasal 19 UUAP dapat memperpanjang proses administrasi penyelesaian perkara korupsi. Rumusan ini justru membebani PTUN dengan menguji dugaan penyalahgunaan wewenang. Memberi PTUN beban-beban baru tidak sejalan dengan problem eksekusi putusan PTUN. Ia menduga keruwetan perumusan norma UUAP dipengaruhi proses pembahasannya yang kurang melibatkan pakar hukum administrasi negara.

Perjalanan tiga tahun suatu Undang-Undang terbilang masih terlalu dini untuk menilai efektivitasnya. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (LAN) diketahui telah membuat solusi stratejik atas permasalahan UUAP, sekaligus merekomendasikan pilihan kebijakan. Tujuannya agar UUAP menjadi acuan penyelenggaraan administrasi pemerintahan.

Dalam perjalanan ke depan mungkin saja bakal muncul kelemahan dan persoalan lain karena UUAP tak bisa berdiri sendiri. Ia terhubung dan terkait dengan banyak Undang-Undang lain. Bahkan dalam proses penyusunannya UU AP diproyeksikan sebagai umbrella act, undang-undang payung.

Tags:

Berita Terkait