Tiga Tantangan Penanganan Pengungsi di Indonesia
Utama

Tiga Tantangan Penanganan Pengungsi di Indonesia

Antara lain waktu tunggu yang lama sampai bertahun-tahun, stigma dan diskriminasi serta minimnya regulasi. Akademisi usul pengungsi perlu diberikan akses untuk mencari pekerjaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Tapi, kita melihat mulai ada perbaikan, misalnya kalangan media sudah menggunakan istilah pengungsi, bukan lagi imigran gelap atau ilegal,” kata dia.

Ketiga, minimnya regulasi yang mengatur tentang pengungsi. Atika mencatat sampai sekarang regulasi yang terkait pengungsi hanya Perpres No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. “Ini salah satu kendala yang kami hadapi dalam melakukan advokasi bagi pengungsi, kerangka hukum yang ada bentuknya masih Perpres, belum ada UU khusus tentang pengungsi,” ujarnya.

Tidak boleh diusir

Dosen UGM Yogyakarta sekaligus peneliti Institute of International Studies (IIS) UGM, Yunizar Adiputera, melihat dalih yang kerap digunakan pemerintah terhadap pengungsi dari luar negeri yakni Indonesia bukan negara anggota Konvensi 1951. Alasan itu tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar karena bukan berarti pemerintah tidak perlu melakukan tindakan apapun.

Fakta yang harus dilihat pemerintah adalah ada pengungsi yang masuk ke Indonesia dan menurut hukum internasional mereka tidak boleh diusir. Untuk itu, sangat dibutuhkan penanganan pengungsi secara baik. “Pemerintah harus memiliki kebijakan strategis untuk menangani pengungsi dari luar negeri,” kata dia.

Yunizar berpendapat dalam menangani pengungsi tidak bisa terlalu mengandalkan bantuan internasional karena ini tidak berkelanjutan. Tidak melulu tersedia bantuan internasional dari luar negeri, apalagi saat ini dana yang tersedia sangat terbatas. Untuk penggunaan anggaran negara, Yunizar melihat praktiknya di Indonesia masih ada keengganan dari pembuat kebijakan untuk mengalokasikan dana bagi pengungsi.

“Sebenarnya alokasi anggaran ini bisa dilakukan kalau ada kemauan,” kata dia.

Guna membantu pengungsi untuk mendapat penghasilan yang digunakan memenuhi kebutuhan hidupnya, Yunizar mengusulkan agar dibuka akses bagi pengungsi untuk mengakses mata pencarian. Hal ini bagian dari pemenuhan hak untuk bekerja. Dengan bekerja, pengungsi punya penghasilan yang bisa digunakan untuk menghidupi diri dan keluarganya.

“Selama ini tidak ada aturan yang jelas apakah pengungsi bisa mengakses pekerjaan atau tidak. Beberapa model yang bisa digunakan, antara lain membuka akses kerja penuh, berbasis sektor, pembatasan waktu kerja, berkolaborasi dengan warga atau lembaga lokal,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait