Tiga Upaya Pekerja Menguak Alih Daya
Outsorcing Berkeadilan

Tiga Upaya Pekerja Menguak Alih Daya

Undang-Undang Ketenagakerjaan termasuk lima besar Undang-Undang yang dimohonkan uji ke Mahkamah Konstitusi. Tiga di antaranya menyinggung masalah pekerjaan alih daya.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Upaya ketiga

Setelah Mahkamah mengabulkan bersyarat permohonan yang kedua, masih ada uji materi berikutnya ke Mahkamah Konstitusi yang menyinggung masalah outsourcing, yakni permohonan yang diajukan Asep Ruhiyat dkk, para pekerja sebuah hotel di Bandung. Mereka memohonkan agar Mahkamah Konstitusi menguji Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.

 

Meskipun yang dimohonkan uji adalah Pasal 164 ayat (3), outsourcing disebut-sebut sebagai jalan keluar yang dipakai pengusaha untuk menggantikan pekerja yang di-PHK. Demi alasan efisiensi, perusahaan lebih memih pekerja kontrak atau pekerja alih daya ketimbang pekerja PKWTT. Cara ini dipandang sebagai upaya menghindari tanggung jawab atas masa depan pekerja dan keluarganya. Ini juga diperkuat oleh keterangan ahli Indrasari Tjandraningsih yang dihadirkan di persidangan.

 

Penelitian Indrasari menyimpulkan ada beragam alasan PHK mulai dari efisiensi hingga aksi-aksi serikat pekerja. Jalan keluar yang ditempuh perusahaan dalam rangka efisiensi antara lain adalah mengalihkan hubungan kerja dari tetap menjadi kontrak, atau mengganti karyawan tetap dengan pekerja alih daya.

 

Sebenarnya tidak ada pendapat dan penjelasan spesifik Mahkamah atas masalah outsourcing. Mahkamah hanya menyatakan PHK adalah pilihan terakhir jika perusahaan mau melakukan efisiensi. Sebelum PHK, perusahaan masih bisa mencari alternatif solusi seperti mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas; mengurangi shift; membatasi atau menghapuskan kerja lembur; mengurangi jam kerja; mengurangi hari kerja; dan merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara waktu.

 

Faktanya, Mahkamah Konstitusi berpendapat UU Ketenagakerjaan tidak memberikan definisi yang jelas dan rigid tentang frasa ‘perusahaan tutup’: apakah perusahaan tutup yang dimaksud adalah permanen atau hanya tutup sementara. Dengan demikian siapa saja bisa menafsirkan norma tersebut sesuai kepentingannya. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

Selain ketika permohonan di atas, masih ada belasan permohonan lain terhadap UU Ketenagakerjaan. Itu sebabnya, sebagian kalangan mengusulkan agar dilakukan revisi menyeluruh. Salah satu yang perlu diatur komprehensif adalah outsourcing atau alih daya.

Tags:

Berita Terkait