“Nyatanya diberi gaji yang berbeda. Tapi, berapa pun saya terima saja. Pertanyaannya, apakah Dewan Pengarah pantas menerima gaji sebesar itu (Rp 76 jutaan)? Silakan publik menilainya,” lanjutnya.
Dirinya sebenarnya fokus terhadap hajat hidup pegawai BPIP yang telah hampir satu tahun bekerja belum menerima hak keuangan. Akibatnya, berdampak terhadap banyak tenaga ahli yang kesulitan dana, misalnya membayar cicilan rumah dan biaya anak sekolah. Sementara dukungan anggaran terhadap lembaga pun minim. Pada 2017 misalnya, BPIP hanya mengeluarkan Rp7 miliar.
Sementara 2018, anggarannya pun belum juga turun. Ironisnya, kata Yudi, peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni mendatang, pembiayaannya dibebankan ke BPIP. “Kok bisa? Pertanyaannya, ada apa di balik ini semua? Saya pun tidak mengerti,” katanya.