Tips Advokat Agar Survive di Era Revolusi Industri 4.0
Utama

Tips Advokat Agar Survive di Era Revolusi Industri 4.0

Terpenting, para advokat harus mampu mem-branding dirinya dan kantor hukumnya dalam dunia teknologi digital.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ari Juliano Gema saat memberi materi dalam diskusi bertajuk 'Lawyer 4.0: Redefinisi Praktik Hukum dalam Revolusi Industri ke-4' yang diselenggarakan Justika.com di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Jum'at (8/3). Foto: AID
Ari Juliano Gema saat memberi materi dalam diskusi bertajuk 'Lawyer 4.0: Redefinisi Praktik Hukum dalam Revolusi Industri ke-4' yang diselenggarakan Justika.com di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Jum'at (8/3). Foto: AID

Dalam era revolusi industri 4.0 penuh dengan dunia digital, komputerisasi, dan teknologi artificial intelligence (AI) memiliki dampak positif dan juga negatif yang harus diantisipasi. Dampak revolusi industri 4.0 memiliki efek yang besar di berbagai bidang dan sektor, termasuk sektor penegakan hukum terutama eksistensi (survive) profesi advokat dalam pemberian jasa hukum kepada kliennya.

 

Perkembangan teknologi mesin-mesin cerdas buatan manusia ini diyakini tidak berhenti dan terus berkembang menuju kesempurnaan. Dalam pengertian robotik ini akan semakin mampu menghasilkan karya-karya layanan jasa hukum yang bersifat analitis, taktis, dan situasional dengan hasil yang lebih akurat, lebih cepat, lebih murah ketimbang menggunakan jasa profesi advokat.

 

Belum lagi, persaingan di kalangan para advokat tentu akan semakin ketat dan meningkat seiring pesatnya perkembangan teknologi ini. Lalu, bagaimana langkah atau kiat yang harus dilakukan para advokat agar tetap survive di era revolusi industri 4.0 ini? Bahasan persoalan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Temu Justika: Lawyer 4.0, Redefinisi Praktik Hukum dalam Revolusi Industri ke-4” yang diselenggarakan Justika.com .   

 

Acara ini menampilkan beberapa narasumber yakni Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ari Juliano Gema dan CEO Panen Maya Group atau Digital Marketing Counsultant Pikukuh P Tutuko. “Skenario adopsi teknologi rata-rata, diperkirakan pada tahu 2030 ada sekitar jutaan jenis pekerjaan di dunia hilang karena adanya otomatisasi berbasis teknologi,” ujar Ari Juliano Gema di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Jumat (8/3/2019).

 

Namun, lanjutnya, jenis pekerjaan yang membutuhkan keterampilan, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan kognitif (konstruksi proses berfikir, termasuk mengingat, pemecahan masalah dan pengambil keputusan), serta kreativitas akan mampu bertahan dari otomatisasi. “Seorang advokat tidak akan tergantikan dalam hal kemampuan kognitif dan kreativitasnya, sehingga tetap bisa bertahan,” kata Ari.

 

Dalam kesempatan ini, Ari melansir hasil survei Deloitte kepada beberapa CEO, CFO, dan General/Legal Counsel pada 2016 terkait harapan-harapan pengguna jasa hukum terhadap profesi advokat. Pertama, nasihat hukum yang diberikan seharusnya tidak terpaku pada isu-isu hukum, tetapi juga terintegrasi atau memperhatikan isu-isu lain yang relevan dengan kebutuhan pengguna jasa.

 

“Jadi, pemahaman ilmu pengetahuan yang luas (ilmu nonhukum) sangat disukai pengguna jasa hukum,” kata dia. Baca Juga: Di Era Industri 4.0 Lawyer Berkompetisi Sengit dengan Robot

Tags:

Berita Terkait