Tips agar Kasus Wanprestasi Tak Berujung ke Ranah Pidana
Berita

Tips agar Kasus Wanprestasi Tak Berujung ke Ranah Pidana

Asalkan beriktikad baik, wanprestasi tak perlu khawatir didakwa penipuan. Sudah ada yurisprudensi yang menjadi jaminan sejak tahun 2018.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Tips agar Kasus Wanprestasi Tak Berujung ke Ranah Pidana
Hukumonline

Suatu kasus, baik ranah pidana maupun perdata, sering kali memiliki objek yang beririsan sehingga sengketa perdata kerap dapat diproses sebagai perbuatan pidana. Hal ini kadang membuat siapa pun yang berperkara harus berhati-hati, tak terkecuali in-house lawyer. Sebagai perwakilan perusahaan, in-house lawyer harus lebih cermat agar tidak sampai ada tuduhan wanprestasi yang berujung ke laporan tindak pidana yang lain.

 

Berbicara mengenai kontrak, pada dasarnya kontrak merupakan konsep perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata terutama dalam Pasal 1320 dan Pasal 1321. Namun, praktik yang terjadi kerap menimbulkan masalah hukum kapan seseorang yang tidak memenuhi perjanjian dikatakan sebagai wanprestasi atau justru telah melakukan tindak pidana penipuan.

 

Tidak perlu khawatir, sebab telah ada yurisprudensi dengan nomor katalog 4/Yur/Pid/2018 yang menjelaskan sikap pengadilan dalam membedakan antara penipuan dengan wanprestasi atas kontrak. Dalam buku Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2018 tertulis bunyi kaidah hukum yurisprudensi tersebut sebagai berikut, “Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan iktikad buruk/ tidak baik”. Melalui kaidah ini, dapat disimpulkan bahwa penilaian wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau sebatas masalah perdata harus tetap melihat iktikad dalam pembuatan kontrak.

 

Pada dasarnya, yurisprudensi tersebut harus dipahami dengan cermat karena ada banyak kasus yang sejak awal memiliki iktikad buruk yang arahnya penipuan atau kejahatan perbankan. Jadi, bukan berarti wanprestasi sama sekali tidak bisa berujung tuntutan pidana. Pada praktiknya, yurisprudensi di Indonesia menjadi instrumen hukum pelengkap yang dibentuk pengadilan untuk mengisi kekosongan hukum dan menjaga kepastian hukum. Tercatat lebih dari sepuluh putusan yang diakui Mahkamah Agung yang akhirnya dibentuk sebagai satu yurisprudensi.

 

Premium Stories Hukumonline, membahas lebih jauh mengenai yurisprudensi ini, dan sumber putusan-putusan pembentuk yurisprudensi tersebut. Tak hanya itu, Premium Stories menghadirkan narasumber ahli, di antaranya Wakil Ketua Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA), Erlangga Gafar; Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), Yenti Garnasih, serta Dosen Hukum Acara FH Universitas Indonesia, Yoni Agus Setyono. Ketiganya akan berbagi perspektif melalui artikel komprehensif Premium Stories yang berjudul Yurisprudensi Pengadilan Membedakan Wanprestasi dan Penipuan.

 

Baca lebih lanjut artikelnya dengan berlangganan Premium Stories.  Dengan promo Holiday Sale,  Anda dapat mengakses seluruh artikel hukum komprehensif hanya dengan Rp34ribu rupiah/bulan*. Gunakan kode voucher PSHOLIDAY saat melakukan pembayaran dan dapatkan potongan harga hingga 20% mulai dari tanggal 24-31 Desember 2020. Nikmati produk jurnalistik hukum terbaik dari Hukumonline hanya di Premium Stories!

 

Tags:

Berita Terkait