Tok!!! Uji Hak Angket KPK Ditolak, Skor 5:4
Berita

Tok!!! Uji Hak Angket KPK Ditolak, Skor 5:4

Bagi KPK sesuai putusan MK ini, penanganan perkara yang dilakukan KPK mestinya tidak bisa diangket. Tetapi, bagi DPR hasil dari penegakan hukum yang dilakukan KPK boleh diawasi, dicermati, dan dikritisi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Mahkamah, tidak dapat dijadikan landasan hukum karena KPK sebagai lembaga independen tidak disebut sebagai lembaga pemerintah, sehingga bukan objek hak angket DPR. Sebab, secara tekstual KPK ialah lembaga eksekutif pelaksana UU (UU No. 30 Tahun 2002) di bidang penegakan hukum, khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi.

 

Karena itu, DPR sebagai wakil rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK sesuai UU. Dengan begitu, dapat disimpulkan KPK dapat menjadi objek angket dalam fungsi pengawasan DPR. Tetapi, dalam menjalankan fungsi pengawasan, DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya (hak angket) terhadap KPK hanya sebatas berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya selain pelaksanaan tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan yudisialnya (penyelidikan, penyidikan, penuntutan).  

 

Namun, tidak selalu hasil penyelidikan DPR melalui penggunaan hak angket berujung pada hak menyatakan pendapat. “Sekali lagi hak angket harus dimaknai sebagai instrumen pelaksanaan fungsi pengawasan DPR. Temuan hak angket dapat menjadi rekomendasi dan acuan mengikat bagi langkah evaluasi dan perbaikan di masa mendatang atas suatu hal yang menjadi objek penyelidikan,” katanya.

 

Empat hakim dissenting

Sementara tiga Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, dan Suhartoyo sependapat bahwa KPK tidak seharusnya menjadi objek hak angket DPR karena KPK sebagai lembaga independen yang bukan berada dalam cabang kekuasaan eksekutif.

 

Dalam beberapa putusan MK sebelumnya, berulang kali dinyatakan posisi kedudukan KPK sebagai lembaga independen dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Diantaranya, putusan MK No. 012-016-019/PUU-IV/2006 tertanggal 19 Desember 2006; putusan MK No. 19/PUU-V/2007 tertanggal 13 November 2007; putusan MK No. 37-39/PUU-VIII/2010 tertanggal 15 Oktober 2010; dan putusan MK No. 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011. “Dengan demikian, hak angket DPR tak dapat digunakan terhadap KPK,” tutur Suhartoyo

 

Karena itu, ketiga hakim tersebut berpendapat seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan a quo dengan menyatakan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “pelaksanaan suatu undang-undang” dalam norma Undang-Undang a quo tidak diartikan “pelaksanaan undang-undang oleh Pemerintah (eksekutif)”.

 

Hakim Konstitusi Marida juga berpendapat KPK bukan merupakan objek hak angket DPR yang sah. Meski begitu, Marida menilai KPK termasuk dalam ranah kekuasaan eksekutif yang berciri independen. Meskipun KPK tidak bertanggung jawab kepada presiden secara langsung dalam pelaksanaan tugas dan kewenanganya, melainkan kepada publik dan disampaikan laporannya secara terbuka kepada presiden.

Tags:

Berita Terkait