Tolak Putusan PN Jakpus, Praktisi Psikologi dan Atma Jaya Ajukan Kasasi
Berita

Tolak Putusan PN Jakpus, Praktisi Psikologi dan Atma Jaya Ajukan Kasasi

Masing-masing kubu sama-sama belum puas dengan pertimbangan majelis hakim.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Kampus Unika Atma Jaya. Foto: RES.
Kampus Unika Atma Jaya. Foto: RES.
Sengketa merek CHRP, Certified Human Resources Professional antara praktisi psikologi Yon Nofiar melawan Universitas Katolik Atma Jaya (Unika Atma Jaya) masih belum usai. Meskipun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan sengketa ini pada Kamis (12/6), masing-masing pihak tampaknya tak puas dengan pertimbangan hakim yang dipimpin oleh Gosen Butar Butar ini.

“Jumat ini kita akan masukkan kasasi-nya,” tutur kuasa hukum Yon Nofiar, Bambang Siswanto ketika dihubungi hukumonline, Kamis (19/6).

Menurut Bambang, pertimbangan majelis hakim sangat keliru. Majelis saat itu menyatakan Yon Nofiar memiliki iktikad tidak baik karena telah memonopoli merek CHRP. Terkait pertimbangan ini, Bambang balik menanyakan dimana letak iktikad tidak baik itu. Ia menegaskan bahwa UU Hak Kekayaan Intelektual, khususnya UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak melarang hak monopoli ini. Justru, UU Merek ini dibuat untuk memonopoli suatu merek barang atau jasa.

Tindakan monopoli yang dilakukan Yon Nofiar adalah sah di mata hukum karena memiliki sertifikat merek itu sendiri. Yon Nofiar telah lama mendaftarkan mereknya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual pada 12 Februari 2007 dan terdaftar di Daftar Umum Merek pada 26 Agustus 2008 di kelas 41, yaitu kelas untuk melindungi produk berupa jasa yang bergerak di bidang pendidikan, program pendidikan sertifikasi di bidang sumber daya manusia, dan jasa-jasa penyelenggaraan kegiatan untuk sumber daya manusia.

Ketika ada pihak lain yang menggunakan tanpa hak merek yang telah terdaftar ini, sambung Bambang, pemegang hak merek ini dapat menempuh upaya hukum, baik secara perdata maupun pidana. UU Merek juga mengatur bahwa yang mendapat perlindungan hukum adalah pendaftar pertama merek, bukan pengguna pertama demi asas kepastian hukum.

“Itulah yang dimaksud dengan hak eksklusif,” lanjutnya.

Terkait putusan ini, Bambang juga mengingatkan pihak lain untuk tidak meniru merek CHRP yang telah terdaftar ini. Sebab, sampai saat ini pengadilan niaga tidak membatalkan merek CHRP atas nama Yon Nofiar. Artinya, sambung Bambang, Yon Nofiar masih memiliki hak secara hukum untuk menggunakan mereknya dan menggugat pihak-pihak yang menggunakan mereknya tanpa hak.

“Sampai saat ini, kita masih memiliki hak hukum karena sertifikat merek kita tidak dibatalkan,” pungkasnya.

Sikap sama juga ditempuh Unika Atma Jaya. Meskipu senang dengan putusan majelis, Pihak Unika Atma Jaya tetap akan melakukan kasasi. Pasalnya, majelis tidak dapat menerima gugatan rekonvensi yang diajukan Atma Jaya lantaran tersandung dengan legal standing Atma Jaya.

Sebagai informasi, Atma Jaya menggugat balik Yon Nofiar karena merek CHRP Yon Nofiar adalah milik umum dan pada dasarnya Atma Jaya telah menggunakan pertama kali merek tersebut sejak 2006. Hanya saja, universitas tidak mau mendaftarkan merek tersebut demi mencegah terjadinya monopoli.

“Kami akan kasasi karena menilai hakim kurang cermat dalam melihat bukti-bukti untuk legal standing kami,” tutur kuasa hukum Unika Atma Jaya, Agustinus Prajaka ketika dihubungi hukumoline, Kamis (19/6).

Agustinus mengatakan bahwa alasan majelis tidak dapat menerima legal standing Unika Atma Jaya lantaran bukti-bukti tentang legal standing itu kurang cukup. Padahal, Agustinus berani menjamin pihaknya telah memberikan bukti tersebut ke muka persidangan dengan lengkap, di antaranya adalah nomor agenda permohonan perndaftaran dan nomor penerimaan pendaftaraan.

Selain itu, alasan lain pengajuan kasasi adalah Agustinus merasa putusan majelis sedikit tak tuntas. Di satu sisi, majelis tidak mengatakan jika Unika Atma Jaya melanggar merek CHRP atas nama Yon Nofiar. Sisi lainnya, majelis juga tidak membatalkan sertifikat pendaftaran merek CHRP milik praktisi tersebut.

“Gimana ya, nanggung gitu. Jadi, kasasi kita ini nanti selain tentang alasan formal pengajuan gugatan pembatalan merek, tetapi juga tentang membatalkan merek CHRP itu sendiri,” tandasnya.

Sebagai informasi, pada 29 Januari 2014, praktisi psikologi Yon Nofiar melayangkan gugatan pelanggaran merek yang dilakukan Unika Atma Jaya ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan yang bernomor register 05/Pdt.Sus-Merek/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst itu menyebutkan bahwa Unika Atma Jaya telah menggunakan merek CHRP milik Yon Nofiar tanpa hak. Pemakaian merek tanpa hak tersebut telah merugikan Yon Nofiar sehingga Yon meminta ganti rugi sejumlah Rp8 miliar.

Namun, gugatan ini ditolak seluruhnya oleh majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat pada Kamis (12/6) lalu. Majelis berpandangan bahwa Atma Jaya berhasil membuktikan sebagai pengguna pertama merek tersebut pada 2006 meskipun bukan pendaftar pertama merek di Ditjen HKI.

Atma Jaya juga bisa membuktikan telah mempromosikan merek CHRP, yaitu melalui spanduk-spanduk yang tujuannya untuk diketahui publik. Alhasil, merek CHRP telah menjadi merek umum dan tidak bisa dimiliki secara eksklusif. Dengan demikian, Majelis berpendapat justru Yon Nofiar memiki itikad tidak baik mendaftarkan merek CHRP dan ingin memonopoli merek tersebut karena sudah mengetahui merek CHRP telah digunakan Atma Jaya dan menjadi milik umum, serta sama sekali tidak memiliki daya pembeda dengan merek CHRP yang didaftarkan Yon Nofiar.
Tags:

Berita Terkait