Total E&P Setuju Choice of Law Indonesia
Utama

Total E&P Setuju Choice of Law Indonesia

Pemerintah diminta menghormati kontrak yang sudah dibuat K3S. SKK Migas hanya mengawasi.

Oleh:
RIMBA SUPRIYATNA
Bacaan 2 Menit

Menutup celah sengketa
Selalu ada kemungkinan muncul sengketa dalam setiap kontrak. Demikian pula kontrak Total E&P dengan Apexindo. Tetapi Sibarani memastikan proses penyusunan kontrak sudah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kedua pihak berusaha menutup semua peluang yang menciptakan celah hukum yang bisa berakibat pada perbedaan tafsir atas kontrak.

“Satu hal yang pasti dari track record kerjasama antara kami (Total E&P dan Apexindo) selama ini belum pernah satupun kejadian sengketa yang terjadi dengan Apexindo. Trend selama 20 tahun melakukan kerjasama dengan Apexindo kami tidak pernah ribut,” ujarnya.

Berdasarkan catatan hukumonline, salah satu sengketa kontrak berkaitan dengan rig terjadi antara PT Saptasarana Personaprima dengan ConocoPhilips Indonesia. Sapta dan Conoco bersengketa mengenai kontrak pengadaan rig (rig management service). Pada 2007 silam, Pertamina juga pernah digugat PT Calmusindo Anjaya gara-gara pembayaran penyediaan peralatan rig.

Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana, menegaskan SKK bertugas mengawasi dan memediasi K3S. Mengenai isi kontrak, sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang membuat perjanjian.

Dalam hal pilihan hukum dan forum penyelesaian kontrak yang akan diadopsi oleh para kontraktor, Gde Pradnyana melanjutkan, diserahkan sepenuhnya kepada para pihak mengingat landasan regulasi yang tertuang dalam Pedoman Tata Laksana Kontrak memperkenankan untuk memilih hukum mana yang akan diterapkan dan forum penyelesaian sengketa mana yang akan ditunjuk.

Senada dengan Antonius Sibarani, SKK Migas secara institusional lebih menyarankan para kontraktor untuk menggunakan pilihan hukum yang ada di Indonesia dan badan penyelesaian sengketa yang berdomisili di Indonesia. Ia menjelaskan, hal ini berkaitan dengan kemudahan proses penyelesaian sengketa ataupun permasalahan lain yang muncul dari kontrak tersebut.

Selain itu, dalam kontrak para pihak juga harus mempertimbangkan teritorial tempat mereka melakukan kegiatan operasional, lembaga atau institusi yang mengawasi kegiatan produksi yang berasal dari otoritas negara. “Maka, secara etika harusnya menggunakan hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada di wilayah Indonesia,” pungkasnya kepada hukumonline.       

Tags: