Pengertian Wanprestasi, Akibat, dan Penyelesaiannya
Terbaru

Pengertian Wanprestasi, Akibat, dan Penyelesaiannya

Wanprestasi adalah kondisi saat satu pihak lalai dalam memenuhi perjanjiannya. Berikut akibat dan cara penyelesaiannya.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit

Selanjutnya, terkait unsur wanprestasi, Subekti dalam Hukum Perjanjian menerangkan empat unsur dalam wanprestasi, antara lain:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan.
  2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat Wanprestasi

Bila melakukan wanprestasi, pihak yang lalai harus memberikan penggantian berupa biaya, kerugian, dan bunga. Akibat atau sanksi wanprestasi ini dimuat dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

Penggantian biaya merupakan ganti dari ongkos atau uang yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan penggantian rugi adalah penggantian akan kerugian yang telah ditimbulkan dari kelalaian pihak wanprestasi. Selanjutnya, terkait bunga, J. Satrio dalam Hukum Perikatan menerangkan bahwa bunga dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis.

  1. Bunga Moratoir, yakni bunga terutang karena debitur terlambat memenuhi kewajibannya.
  2. Bunga Konvensional, yakni bunga yang disepakati oleh para pihak.
  3. Bunga Kompensatoir, yakni semua bunga di luar bunga yang ada dalam perjanjian.

Somasi dalam Wanprestasi

Apabila pihak debitur melakukan wanprestasi, pihak kreditur umumnya memberikan surat perintah atau peringatan yang menerangkan bahwa pihak/debitur telah melalaikan kewajibannya. Surat ini dikenal dengan surat somasi.

Terkait somasi, ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata menerangkan bawa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait