Upaya Dewan Kehormatan Peradi Jaga Martabat Profesi Advokat
Berita

Upaya Dewan Kehormatan Peradi Jaga Martabat Profesi Advokat

Penguatan kelembagaan dalam upaya penegakan kode etik advokat dan mengkaji hal-hal yang berkenan dengan hak imunitas advokat. Namun, tantangan terbesar dari penegakan etika dan martabat profesi advokat terletak pada organisasi profesi advokat yang terpecah.

Oleh:
Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Beberapa narasumber dan peserta usai acara workshop dan diskusi panel penguatan Dewan Kehormatan Peradi, Rabu (25/4) di Jakarta. Foto: DAN
Beberapa narasumber dan peserta usai acara workshop dan diskusi panel penguatan Dewan Kehormatan Peradi, Rabu (25/4) di Jakarta. Foto: DAN

Martabat profesi advokat kerap mendapat sorotan dari banyak pihak. Hal ini tercermin dari beberapa persoalan hukum yang menjerat para advokat saat menjalankan tugas profesinya. Menyadari hal ini, Pehimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Fauzie Yusuf Hasibuan melalui Dewan Kehormatannya tengah berupaya serius mencegah terulangnya penyimpangan terhadap kode etik profesi advokat melalui penguatan kelembagaan.  

 

“Dari sisi peran, fungsi, dan tanggung jawabnya sebagai badan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik advokat wujud upaya menegakkan martabat dan kehormatan profesi,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Peradi, Adardam Achyar saat membuka workshop dan diskusi panel penguatan Dewan Kehormatan Peradi, Rabu (25/4/2018) di Jakarta.

 

Adardam memaparkan salah satu upaya penguatan kelembagaan Dewan Kehormatan Peradi mencakup penguatan bidang tata laksana pengadministrasian berkas perkara pelanggaran kode etik advokat yang tertib, seragam, dan lengkap. Berkas-berkas ini merupakan bagian yang turut menentukan terwujudnya keputusan Dewan Kehormatan yang obyektif, adil, dan berwibawa.

 

Selain itu, Dewan Kehormatan merumuskan pedoman pemerikasaan pelanggaran kode etik advokat dan penerapan sanksi etik. Pedoman ini nantinya bentuk penyeragaman rumusan dalam memberikan pertimbangan dan menerapkan sanksi etik. “Agar sedapat mungkin tidak ada disparitas penjatuhan sanksi etik,” ujar Adardam.

 

Selain penguatan kelembagaan, Dewan Kehormatan juga serius mengkaji hal-hal yang berkenaan dengan hak imunitas advokat (kekebalan advokat). Hak imunitas sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan kehormatan profesi advokat sebagai salah satu unsur penegak hukum.

 

Adardam prihatin dengan situasi “diluar” yang secara sederhara menegasikan hak imunitas advokat. Menurut dia, sesuai Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di luar sidang dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

 

Istilah kekebalan advokat juga termuat dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013 yang telah memperluas makna Pasal 16 UU Advokat, sehingga advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan. “Dalam konteks hak imunitas advokat itu harus memenuhi unsur: dalam menjalankan profesi advokat; untuk kepentingan klien; dan harus dilakukan dengan itikad baik.”

 

Ketua Dewan Pertimbangan Peradi, Otto Hasibuan mengatakan kekebalan advokat bukan untuk kepentingan pribadi advokat, melainkan kepentingan masyarakat pencari keadilan. “Kenapa kita punya kekebalan, betulkah kita harus punya kekebalan, untuk kepentingan siapa? Saya katakan imunitas itu bukan untuk kepentingan advokat, melainkan kepentingan masyarakat pencari keadilan,” ujar Otto dalam kesempatan yang sama.

 

Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbun menyebutkan advokat adalah salah satu penegak hukum yang termasuk dalam Catur Wangsa Penegak Hukum selain Polisi, Jaksa, dan Hakim sebagaimana disebutkan Pasal 5 UU Advokat. Profesi advokat sudah dikenal sebagai profesi mulia (officium nobile). Sebab, advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan bukan semata-mata karena kepentingannya sendiri.

 

“Advokat turut serta menegakkan hak-hak asasi manusia dan penegakan hukum baik tanpa imbalan maupun dengan imbalan demi tegaknya keadilan masyarakat. Jadi, advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat,” ujar Gayus.

 

Gayus menegaskan, advokat bebas dalam membela, tidak terikat perintah kliennya dan tidak pandang bulu terhadap terhadap kasus yang dibelanya. Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh merugikan kepentingan orang lain. Baca Juga: Menyoal Istilah Malpraktik dalam Profesi Advokat

 

Tantangan terbesar

Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin A Tumpa menuturkan saat ini tantangan terbesar dari penegakan etika dan martabat profesi advokat terletak pada organisasi profesi advokat yang terpecah. “Kita lihat dalam organisasi advokat, yang dulunya single bar association sekarang multi bar association,” ujar Harifin.

 

Akibatnya, saat seorang anggota advokat dihukum oleh  organisasinya, ia keluar dan masuk ke organisasi lain yang bersedia menampungnya. “Sebenarnya wadah tunggal organisasi advokat yang dianut UU Advokat sangat bagus dan baik, sehingga kondisi ini menjadi tantangan bagi Peradi untuk berusaha mempersatukan kembali organisasi advokat menjadi single bar association sesuai amanat UU Advokat,” harap Harifin.

 

Apabila langkah ini dirasa sulit, perlu ada kesepakatan bersama antar organisasi advokat untuk tidak menampung anggota yang telah dihukum oleh salah satu organisasi. “Bila single bar association tidak mungkin diwujudkan lagi, maka perlu ada kesepakatan bersama antar organisasi advokat untuk membentuk hanya ada satu Dewan Kehormatan yang bertugas untuk menegakan kode etik advokat,” usulnya.

 

Menurut Harifin penegakan kode etik profesi advokat adalah sarana mencetak advokat yang andal, bermartabat, berwibawa dan dipercaya masyarakat, sehingga advokat menjadi profesi terhormat (offcium nobile).

Tags:

Berita Terkait