Upaya Menyelamatkan Debitor Pailit Pasca Ditolaknya Perdamaian
Kolom

Upaya Menyelamatkan Debitor Pailit Pasca Ditolaknya Perdamaian

​​​​​​​Beberapa perkara kepailitan sukses melalui pendekatan yang diambil oleh pengadilan dalam mengesahkan perdamaian di kepailitan yang berasal dari gagalnya perdamaian dalam PKPU.

Namun demikian, berdasarkan perkembangan praktik pengadilan saat ini, pengadilan mulai secara konsisten mengambil sikap bahwa masih dimungkinkan bagi debitor untuk mengajukan perdamaian dalam proses kepailitan meskipun sebelumnya telah gagal untuk mencapai persetujuan kreditor atas rencana perdamaian dalam proses PKPU.

Sebagai contoh, dalam kepailitan PT Tinindo Inter Nusa, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengesahkan rencana perdamaian yang diajukan oleh PT Tinindo Inter Nusa dalam proses kepailitan yang berasal dari gagalnya perdamaian dalam proses PKPU. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan No. 180/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst., adalah: “Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 292 UU No.37 Tahun 2004 menyatakan dalam hal suatu putusan Pernyataan Pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285, Pasal 286 atau Pasal 291 tidak dapat ditawarkan suatu perdamaian dengan demikian dalam perkara a quo walupun sudah diputus pailit dapat diajukan perdamaian atas putusan tersebut karena diluar dari Pasal 285, Pasal 286 atau Pasal 291 Undang-Undang No.37 Tahun 2004.

Posisi yang sama juga diambil oleh Majelis Hakim perkara kepailitan PT Anugrah Kembang Sawit Sejahtera dalam putusan nomor 59/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Majelis Hakim dalam perkara tersebut juga mengesahkan perjanjian perdamaian yang ditawarkan oleh debitor pailit yang sebelumnya telah gagal untuk mencapai persetujuan atas rencana perdamaian selama proses PKPU.

Dari kedua putusan di atas, terlihat bahwa pertimbangan hakim pemutus dalam mengesahkan perjanjian perdamaian (homologasi) dalam kepailitan yang berasal dari penolakan perdamaian dalam PKPU adalah sesederhana bahwa hal tersebut tidak dilarang oleh Pasal 292 UU 37/2004. Dengan mengikuti logika hukum pertimbangan putusan dimaksud, maka konsekuensinya, harta debitor yang dinyatakan pailit akibat penolakan perdamaian dalam PKPU tidak serta merta berada dalam keadaan insolvensi. Justru, harta debitor akan menjadi insolven nantinya ketika debitor tidak mengajukan rencana perdamaian atau rencana perdamaian yang diajukan ditolak atau tidak disahkan (Pasal 178 UU 37/2004).

Peran Kunci Kurator

Mengingat isu ini masih menjadi problematik, maka menjadi sangat penting untuk diperhatikan kepentingan siapa yang mungkin akan dicederai oleh adanya perdamaian dalam kepailitan yang berasal dari penolakan perdamaian dalam PKPU? Menurut Penulis, dengan diberikannya kesempatan kedua untuk mengajukan perdamaian, hal ini dapat membuat debitor menjadi tidak bersungguh-sungguh dalam menawarkan perdamaian selama proses PKPU, sehingga hal ini menjadi berpotensi membuat suatu ketidakpastian hukum bagi para kreditor.

Tidak dipungkiri, adanya kemungkinan kepailitan (yang diikuti dengan pemberesan harta) adalah salah satu faktor yang dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) kreditor dalam melakukan negosiasi rencana perdamaian ketika berada dalam proses PKPU. Tentunya, hal ini akan melindungi kepentingan kreditor dari kesewenang-wenangan debitor dalam menentukan isi rencana perdamaian, mengingat tidak adanya batasan yang jelas dari isi rencana perdamaian. Namun, apabila kemungkinan kepailitan yang diikuti insolvensi menjadi hilang karena masih dimungkinkannya perdamaian setelah itu, maka debitor bisa jadi semakin bebas karena sama sekali tidak ada risiko yang dapat merugikannya dalam menawarkan perdamaian.

Hal ini diperparah lagi dengan adanya ketentuan bahwa, dalam proses kepailitan, debitor tidak memerlukan persetujuan dari kreditor separatis dalam menyusun rencana perdamaian. Sehingga, debitor akan relatif lebih mudah meloloskan suatu rencana perdamaian dalam suatu proses kepailitan. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait