Urgensi Dunia Hukum Mengejar Kecepatan Transformasi Siber
Utama

Urgensi Dunia Hukum Mengejar Kecepatan Transformasi Siber

Lemahnya payung hukum membuat masyarakat sebagai pengguna internet rentan menjadi sasaran utama bagi pelaku kejahatan siber seperti kasus kebocoran data pribadi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Para pembicara tersebut adalah Teguh Arifiyadi selaku Ketua Umum Indonesian Cyber Law Community (ICLC) dan dari Kementerian Kominfo, Hendri Sasmita selaku Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Kementerian Kominfo, Raditya Kosasih dan Iqsan Sirie dari Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI).

Sebagai pemateri pertemuan pertama, Teguh menyampaikan perkembangan regulasi Indonesia tertinggal dibandingkan kemajuan teknologi. Saat ini, dunia siber masih ditopang tiga perundang-undangan yang terpisah yaitu Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengubah UU 11/2008.

Hukumonline.com

Teguh menjelaskan keterpisahan UU tersebut menandakan ketertinggalan pengaturan soal dunia siber di Indonesia. Padahal, secara praktik, telah terjadi konvergensi sehingga ketiganya dapat diakses dalam satu platform. “Tidak relevan lagi membedakan telekomunikasi, penyiaran dan TIK. Selain itu, di antara ketiga hal tersebut terdapat IoT atau internet of things,” jelas Teguh.

Wacana global mengenai perkembangan teknologi sudah bergerak jauh. Saat ini, terdapat pembicaraan mengenai kesadaran kecerdasan buatan (the conscious of artificial intelligent). Hal ini mengakibatkan kecerdasan buatan tersebut akan melakukan penolakan saat dimatikan oleh pengguna. Dengan kata lain, AI tersebut dapat memiliki keinginan untuk memperjuangkan keberlangsungan genetiknya.

Persoalan lain yang paling dekat saat ini yaitu teknologi kripto. Teguh menjelaskan penggunaan kripto menimbulkan alat pembayaran baru selain mata uang konvensional. Bahkan, beberapa negara telah mengakui kripto sebagai suatu alat pembayaran yang sah. Persoalan perlindungan data pribadi juga perlu jadi perhatian penting.

Saat ini, berkembang identifikasi data pribadi melalui biometrik fisik dan perilaku (behavior). Perlindungan data biometrik menjadi penting karena hal tersebut merupakan aspek yang melekat atau keunikan pada seseorang dibandingkan orang lain.

“Biometrik sangat menarik karena sangat akurat mengidentifikasi seseorang berdasarkan ciri-ciri fisik dan perilaku. Alasan biometrik menarik karena bersifat unik, universal, tidak bisa dibagikan, tidak hilang atau terlupa, permanen, terukur dan mudah dibaca serta akurat. Biometrik ada 2 yaitu berdasarkan fisik dan kebiasaan seperti sidik jari, iris mata, paling akurat berkaitan DNA, fingerprint hingga cara berjalan seseorang,” jelas Teguh.

Dalam kondisi saat ini, Teguh menekankan pentingnya menyusun regulasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi siber. Dia menyampaikan persoalan politis cenderung menghambat pengaturan. Berbagai perundang-undangan soal siber beberapa kali dirancang namun gagal disahkan.

“Indonesia lebih berat aspek politiknya ketimbang substansinya. Sehingga undang-undang itu akan dilihat apakah menguntungkan secara politis bukan akomodir kebutuhan,” jelas Teguh.

Tags:

Berita Terkait