Urgensi Dunia Hukum Mengejar Kecepatan Transformasi Siber
Utama

Urgensi Dunia Hukum Mengejar Kecepatan Transformasi Siber

Lemahnya payung hukum membuat masyarakat sebagai pengguna internet rentan menjadi sasaran utama bagi pelaku kejahatan siber seperti kasus kebocoran data pribadi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Hukumonline menyelenggarakan Bootcamp 2021 Memahami Cyber Law, Cyber Crime, dan Strategi Perlindungan Data Pribadi, yang akan diadakan pada 19, 21, dan 26 Oktober 2021 secara daring.  Foto: RES
Hukumonline menyelenggarakan Bootcamp 2021 Memahami Cyber Law, Cyber Crime, dan Strategi Perlindungan Data Pribadi, yang akan diadakan pada 19, 21, dan 26 Oktober 2021 secara daring. Foto: RES

Perkembangan teknologi informasi semakin cepat perubahannya dalam membantu aktivitas manusia. Di tengah kondisi tersebut, sayangnya, regulasi di Indonesia tidak mampu mengimbangi perkembangan teknologi tersebut. Sebagai negara dengan pengguna internet terbesar dunia, Indonesia harus mampu beradaptasi khususnya dari sisi hukum agar tidak terjadi perbuatan yang merugikan masyarakat.

Lemahnya payung hukum membuat masyarakat sebagai pengguna internet rentan menjadi sasaran utama bagi pelaku kejahatan siber seperti kasus kebocoran data pribadi. Selain itu, terdapat juga tindak pidana lain yang termasuk kategori cybercrime seperti penipuan, peretasan, pemalsuan hingga fraud.

Perlindungan terhadap kejahatan siber bukan hanya tugas individu tapi juga skala korporasi yang menghimpun data-data pribadi masyarakat. Berbagai upaya harus dilakukan untuk mengantisipasi pelanggaran hukum dunia siber seperti manajemen risiko yang sesuai standar, memperbarui perangkat lunak sistem agar tidak rentan terhadap serangan.

Selain itu, perlu juga meningkatkan deteksi keamanan yang melibatkan ahli keamanan untuk melindungi pekerjaaan di cloud, email, workstation, jaringan, dan server sebagai langkah mutlak menjaga keamanan data pribadi. (Baca: Industri Jasa Keuangan Diminta Waspada Serangan Siber Saat PPKM Darurat)

Dalam meningkatkan keamanan data pribadi, juga perlu ditekankannya literasi digital mengenai bagaimana masyarakat menjadi aware terhadap keamanan data pribadi dan bagaimana cara melindunginya.

Hukumonline.com

Atas hal tersebut, Hukumonline menyelenggarakan Bootcamp 2021 "Memahami Cyber Law, Cyber Crime, dan Strategi Perlindungan Data Pribadi" yang akan diadakan pada 19, 21, dan 26 Oktober 2021 secara daring.Materi yang akan dibahas dalam Bootcamp ini terbagi menjadi tiga sesi utama, yaitu mengenai pemahaman dasar Cyber Law, Cyber Security, dan Cyber Crime, pemahaman perlindungan dan tata kelola data pribadi, serta upaya perlindungan data pribadi.

Dalam Bootcamp ini akan hadir para pembicara kompeten dari Kementerian Kominfo dan Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI) yang siap memberikan edukasi mengenai pemahaman serangan siber dan perlindungan data pribadi.

Para pembicara tersebut adalah Teguh Arifiyadi selaku Ketua Umum Indonesian Cyber Law Community (ICLC) dan dari Kementerian Kominfo, Hendri Sasmita selaku Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Kementerian Kominfo, Raditya Kosasih dan Iqsan Sirie dari Asosiasi Praktisi Perlindungan Data Indonesia (APPDI).

Sebagai pemateri pertemuan pertama, Teguh menyampaikan perkembangan regulasi Indonesia tertinggal dibandingkan kemajuan teknologi. Saat ini, dunia siber masih ditopang tiga perundang-undangan yang terpisah yaitu Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengubah UU 11/2008.

Hukumonline.com

Teguh menjelaskan keterpisahan UU tersebut menandakan ketertinggalan pengaturan soal dunia siber di Indonesia. Padahal, secara praktik, telah terjadi konvergensi sehingga ketiganya dapat diakses dalam satu platform. “Tidak relevan lagi membedakan telekomunikasi, penyiaran dan TIK. Selain itu, di antara ketiga hal tersebut terdapat IoT atau internet of things,” jelas Teguh.

Wacana global mengenai perkembangan teknologi sudah bergerak jauh. Saat ini, terdapat pembicaraan mengenai kesadaran kecerdasan buatan (the conscious of artificial intelligent). Hal ini mengakibatkan kecerdasan buatan tersebut akan melakukan penolakan saat dimatikan oleh pengguna. Dengan kata lain, AI tersebut dapat memiliki keinginan untuk memperjuangkan keberlangsungan genetiknya.

Persoalan lain yang paling dekat saat ini yaitu teknologi kripto. Teguh menjelaskan penggunaan kripto menimbulkan alat pembayaran baru selain mata uang konvensional. Bahkan, beberapa negara telah mengakui kripto sebagai suatu alat pembayaran yang sah. Persoalan perlindungan data pribadi juga perlu jadi perhatian penting.

Saat ini, berkembang identifikasi data pribadi melalui biometrik fisik dan perilaku (behavior). Perlindungan data biometrik menjadi penting karena hal tersebut merupakan aspek yang melekat atau keunikan pada seseorang dibandingkan orang lain.

“Biometrik sangat menarik karena sangat akurat mengidentifikasi seseorang berdasarkan ciri-ciri fisik dan perilaku. Alasan biometrik menarik karena bersifat unik, universal, tidak bisa dibagikan, tidak hilang atau terlupa, permanen, terukur dan mudah dibaca serta akurat. Biometrik ada 2 yaitu berdasarkan fisik dan kebiasaan seperti sidik jari, iris mata, paling akurat berkaitan DNA, fingerprint hingga cara berjalan seseorang,” jelas Teguh.

Dalam kondisi saat ini, Teguh menekankan pentingnya menyusun regulasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi siber. Dia menyampaikan persoalan politis cenderung menghambat pengaturan. Berbagai perundang-undangan soal siber beberapa kali dirancang namun gagal disahkan.

“Indonesia lebih berat aspek politiknya ketimbang substansinya. Sehingga undang-undang itu akan dilihat apakah menguntungkan secara politis bukan akomodir kebutuhan,” jelas Teguh.

Tags:

Berita Terkait