Urgensi Melihat Hukum Ketenagakerjaan Secara Komprehensif Pasca UU Cipta Kerja
Utama

Urgensi Melihat Hukum Ketenagakerjaan Secara Komprehensif Pasca UU Cipta Kerja

Terdapat beberapa ketentuan yang masih perlu diakomodir dalam UU Cipta Kerja, dan rekonstruksi beberapa klausula yang overlapping dan tidak koheren dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Umar Kasim. Foto: RES
Umar Kasim. Foto: RES

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (UU 13/2003) tentang Ketenagakerjaan merupakan aturan induk dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Namun, pasca-pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perrpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) terdapat berbagai perubahan aturan ketenagakerjaan pada berbagai aspek misalnya aspek perizinan pelatihan kerja, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonsia (P3HKI), Umar Kasim menyampaikan penting untuk mencermati hukum ketenagakerjaan kontemporer khususnya setelah kehadiran UU Cipta Kerja dan regulasi lain yang berkaitan. Sebab, pengaturan ketenagakerjaan tersebar dalam berbagai peraturan baik tingkat UU dan aturan turunannya.

“Pemahaman UU Ketenagakerjaan ini kadang mendua karena dalam arti umum harusnya UU Ketenagakerjaan hanya satu yaitu UU 13/2003. Tapi ketentuan mengenai perselisihan hubungan industrial misalnya diatur dalam UU tersendiri UU No. 2 Tahun 2004, ketentuan SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 dan ada juga serikat pekerja, keselamatan kerja, pengawasan sampai pada peraturan pemerintah dan peraturan menterinya diatur dalam regulasi sendiri,” jelas Umar dalam acara “Bincang-bincang UU Ketenagakerjaan Kontemporer (Pasca UU Cipta Kerja dan UU Penetapan Perppu Cipta Kerja)” secara daring, Sabtu (10/6).

Baca juga:

Menurut Umar, seharusnya pengaturan hukum ketenagakerjaan perlu diatur secara komprehensif dengan omnibus. Namun, kondisi saat ini, pengaturan hukum ketenagakerjaan tersebut masih tersebar dalam berbagai peraturan dan masih terdapat ketentuan yang saling bertentangan.

“Mungkin memang sebaiknya satu UU tersendiri secara omnibus kalau berpikir secara komprehensif misalnya K3 (keselamatan dan keamanan kerja) juga masuk. Tapi ini masih jauh panggang dari api. UU Ketenagakerjaan ini kita harapkan saling terkait satu sama lain,” imbuhnya.

Sehubungan dengan pengaturan ketenagakerjaan pada UU Cipta Kerja, Umar mencuplik berbagai perubahan seperti aturan perizinan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS). Menurutnya, aturan ini mengatur secara khusus tentang izin LPKS dan teknisnya diatur dalam PP. Kemudian, UU Cipta Kerja juga mengubah aturan penggunaan tenaga kerja asing dari rezim izin ke pengesahan.

Tags:

Berita Terkait