Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen di Era Perdagangan Bebas dan Ekonomi Digital
Utama

Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen di Era Perdagangan Bebas dan Ekonomi Digital

Permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dewasa ini semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu, diperlukan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih sinergis, harmonis, dan terintegrasi.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI Periode 2020-2023, Dr. Ermanto Fahamsyah.
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI Periode 2020-2023, Dr. Ermanto Fahamsyah.

Beberapa waktu lalu terdapat 39 rancangan dan revisi UU yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 masa sidang II tahun 2022-2023 untuk masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023 mendatang. Di antara RUU yang masuk dalam daftar, terdapat Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK).

“Isu terkait perlindungan konsumen menjadi sangat penting karena permasalahan yang dihadapi oleh konsumen saat ini semakin kompleks dan rumit. Dalam rangka mewujudkan iklim usaha dan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen serta mendorong perekonomian nasional yang efisien dan berkeadilan diperlukan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih sinergis, harmonis, dan terintegrasi,” ujar Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI Periode 2020-2023, Dr. Ermanto Fahamsyah, dalam rilis yang diterima Hukumonline, Sabtu (17/12/2022).

Di samping itu, ia juga menyoroti bagaimana perlindungan konsumen selama ini memiliki sifat lintas sektor yang menjadikannya perlu membangun sinergi dalam penyelarasan langkah yang diambil pemerintah. “Keberhasilan perlindungan konsumen sangat bergantung, antara lain, pada kerangka hukum dan kebijakan yang efektif; kondisi konsumen yang berdaya; dan pelaku usaha yang bertanggung jawab,” kata dia.

Baca Juga:

Terlebih dengan kemunculan pandemi global Covid-19, transformasi digital di Indonesia kian cepat. Oleh karena itu, menurut Ermanto revisi atas UU PK semakin diperlukan. Hal itu dimaksudkan agar bisa lebih memberikan perlindungan hukum bagi para konsumen yang melakukan transaksi melalui platform-platform digital. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong revisi UU PK.

“Terkait dengan revisi UU PK, BPKN RI pada tahun 2007 lalu telah menyampaikan usulan Perubahan UU PK kepada Menteri Perdagangan RI. Perubahan diperlukan yang bertujuan untuk membenahi berbagai kelemahan dan kendala penegakannya yang disebabkan antara lain, karena adanya kekeliruan, kekurangan dan kelemahan pengaturan dalam aspek gramatikal, sistematika, tanggung jawab pelaku usaha, penyelesaian sengketa konsumen dan kelembagaan,” terangnya.

Bergeser pada tahun 2014, rekomendasi terkait penguatan perlindungan konsumen dan perubahan UU PK telah disampaikan oleh BPKN RI kepada Menteri Perdagangan RI. Pada rekomendasi yang diajukan, BPKN RI meminta Menteri Perdagangan RI untuk memasukkan program penguatan perlindungan konsumen dan perubahan UU PK pada RPJM 2015-2019 dengan turut menetapkannya menjadi program prioritas.

Komisioner BPKN RI itu melanjutkan bahwa pihaknya dari BPKN RI juga sudah menyampaikan rekomendasi untuk merumuskan kerangka hukum dan kebijakan sistem perlindungan konsumen yang efektif sebagai bentuk komitmen negara terhadap pentingnya penguatan perlindungan konsumen kepada Presiden RI pada tahun 2021 lalu. Adapun salah satu cara yang disampaikan ialah dengan mendongkrak proses revisi UU PK supaya bisa selaras dengan perkembangan situasi dan kondisi perdagangan barang dan/atau jasa dalam era perdagangan bebas dan era ekonomi digital dewasa ini.

“Selain itu, BPKN RI juga telah menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan RI untuk dapat segera merevisi UU PK agar dapat dilakukan koordinasi yang efektif mengikuti perkembangan situasi dan kondisi terkini mengingat saat ini kewenangan penyelenggaraan dan pemulihan perlindungan konsumen tersebar di berbagai lembaga (Kementerian/Lembaga, Pemda, BPSK, Yudikatif).”

Untuk itu, Ermanto mengutarakan perspektifnya terhadap revisi UU PK dimaksudkan untuk merumuskan kerangka hukum dan kebijakan sistem perlindungan konsumen yang lebih efektif dalam zaman yang telah jauh berkembang kini di tengah era perdagangan bebas dan ekonomi digital. “(Upaya tersebut) sebagai bentuk komitmen Negara terhadap pentingnya penguatan perlindungan konsumen. Selain itu, diharapkan dapat mewujudkan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang lebih sinergis, harmonis, dan terintegrasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait