Urgensi Transformasi Digital Sistem Informasi dalam Penegakan Hukum di Laut
Utama

Urgensi Transformasi Digital Sistem Informasi dalam Penegakan Hukum di Laut

Pasal 36 PP No.13/2022 memandatkan sistem informasi keamanan dan keselamatan laut nasional harus terintegrasi paling lambat 6 bulan terhitung sejak PP diundangkan. Atau dengan kata lain, sistem tersebut harus sudah selesai pada tahun 2022 ini.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Direktur Informasi dan Data Bakamla RI, Samuel H. Kowaas, dalam pemaparannya di Panel 7 INLU 2022 mengenai 'Blue Environmental Justice', Kamis (22/9/2022). Foto: FKF
Direktur Informasi dan Data Bakamla RI, Samuel H. Kowaas, dalam pemaparannya di Panel 7 INLU 2022 mengenai 'Blue Environmental Justice', Kamis (22/9/2022). Foto: FKF

Menjaga dan melindungi ekosistem laut dan HAM di lautan merupakan tugas penting yang harus ditegakkan. Meski kaya potensi, tapi terdapat besarnya risiko yang terjadi di laut. Mulai dari pelanggaran HAM terhadap pekerja migran Indonesia pelaut perikanan, illegal fishing, transnational crime, sampai dengan kaitannya state actor yang memproyeksi kekuatan untuk menguasai perairan. Untuk itu, dibutuhkan pemantauan dan penegakan maritim yang efektif.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan PP No.13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. Dalam penanganan maritime enforcement law, banyak aktor yang tergolong instansi teknis, seperti BNPP, BNN, KLHK, Imigrasi, dan lain-lain. Sedangkan selaku instansi terkait ialah Bakamla, TNI AL, KKP, KPLP, Bea Cukai, dan Polair.

“Dengan beragamnya masalah yang dihadapi di laut, banyak aktor (penegak hukum) yang bila disinergikan menjadi sangat baik. Jadi kekuatan kita salah satu faktor yang mendorong perlu digitalisasi,” ujar Direktur Informasi dan Data Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA RI), Dr. Samuel H. Kowaas, dalam pemaparannya di Panel 7 INLU 2022 mengenai “Blue Environmental Justice”, Kamis (22/9/2022).

Baca Juga:

Bagi Bakamla sendiri, sebagaimana termaktub Pasal 61 UU No.32 Tahun 2014 tentang Kelautan menyebutkan Bakamla bertugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Bakamla juga memiliki kewenangan mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia sesuai Pasal 63 ayat (1) huruf c UU Kelautan.

Mengenai pengintegrasian sistem informasi keamanan dan keselamatan laut nasional diperjelas dalam PP No. 13/2022 itu. Dalam Pasal 36 PP No.13/2022 memandatkan sistem informasi tersebut harus terintegrasi paling lambat 6 bulan terhitung sejak PP diundangkan. Atau dengan kata lain, sistem tersebut harus sudah selesai pada tahun 2022 ini.

“Kelebihan digitalisasi penegakan hukum laut ini output-nya informasi yang kita dapatkan secara real time itu akan semakin banyak karena kita dapat menggunakan data dan informasi berbagai sumber. Kemudian akurasinya meningkat, bisa mendapat gambaran yang sama (antar instansi). Dengan data begitu banyak, kita bisa membuat analisa yang lebih baik, keputusan lebih baik, memendekkan waktu penindakannya jadi lebih singkat, menekan biaya, dan ini jadi daya tangkal bagi orang yang ingin melakukan kegiatan ilegal,” bebernya.

Tags:

Berita Terkait