UU Hak Cipta Diuji Materi, Ini Respons Pemerintah dan Organisasi Profesi Musik
Terbaru

UU Hak Cipta Diuji Materi, Ini Respons Pemerintah dan Organisasi Profesi Musik

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mempertahankan pasal 18 dan Pasal 30 tersebut sebagai bentuk pelindungan terhadap pencipta dan pemegang hak terkait dengan pertimbangan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Sehingga, adanya aturan tersebut dinilai telah menghalangi hak konstitusional kliennya untuk memperoleh persamaan dan keadilan serta terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif dalam mendapatkan perlindungan atas hak ekonomi fonogramnya.

Menyikapi permohonan pengujian beberapa pasal tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM angkat bicara. Plt Dirjen KI Kemkumham Razilu menyampaikan bahwa pada prinsipnya pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut memuat jangka waktu kepemilikan hak cipta atas lagu. Permohonan tersebut meminta hak ekonomi lagu tidak kembali ke pencipta dan pemegang hak terkait setelah 25 tahun diciptakan seperti yang saat ini diatur dalam UU Hak Cipta.

Namun Razilu menjelaskan bahwa latar belakang lahirnya pasal 18 dan 30 UU Hak Cipta Hak Cipta didasarkan untuk membela hak-hak pencipta yang sebelumnya terikat pada perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus. Sebelum adanya pasal tersebut, pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi tidak menikmati royalti dari hasil penjualan lagunya dikarenakan mereka telah melakukan perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus.

Oleh karenanya, dalam audiensi organisasi profesi music bersama Plt Dirjen KI pada Jumat lalu, (10/11), para pencipta merasa keberatan apabila pasal 18 dan 30 UU Hak Cipta diuji ulang. Tanpa pasal tersebut, mustahil mereka dapat meninggalkan warisan berupa hak ekonomi karya cipta lagu pada keturunan mereka kelak.

“Seharusnya pencipta dan pemegang hak terkait melaksanakan prinsip symbiosis mutualisme yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pada dasarnya pemerintah akan mempertahankan Undang-Undang yang sudah ada,” tutur Razilu dalam keterangan pers.

Dalam praktiknya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, hal ini dikenal dengan Termination Rights atau pembatasan dalam perjanjian atas karya lagu. Dengan dasar itu lahirlah pasal 18 dan 30 untuk membela hak asasi pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi.

Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) Candra Darusman mengatakan bahwa kehadiran UU Hak Cipta justru memberikan keseimbangan dan keadilan antara pencipta dan pemilik hak terkait. “Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 telah mencerminkan keadilan hubungan antara pencipta dan pemilik hak terkait. Pasal ini hadir untuk menyeimbangkan posisi pencipta dan pemegang hak cipta,” tutur Candra.

Razilu menambahkan bahwa pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mempertahankan pasal tersebut sebagai bentuk pelindungan terhadap pencipta dan pemegang hak terkait dengan pertimbangan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut.

Tags:

Berita Terkait