Sedangkan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyatakan concurring opinion atau alasan berbeda. Arsyad setuju dengan ditolaknya putusan ini, tetapi ia tak setuju dengan pernyataan mayoritas hakim konstitusi bahwa terjadi cacat prosedural. Menurutnya, para pemohon tidak dapat membuktikan adanya kesalahan dalam UU MA berdasarkan UUD 1945.
Pelajaran bagi DPR
Kuasa hukum pemohon Taufik Basari menilai putusan MK ini bisa menjadi pelajaran bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam membuat undang-undang. “Dari segi positif, ini pukulan telak bagi DPR,” ujarnya. Pernyataan MK bahwa telah terjadi cacat prosedural seharusnya bisa menjadi bahan renungan DPR.
Meski begitu, Tobas –sapaan akrabnya- menyayangkan sikap MK yang tidak tegas memberi ‘sanksi’ kepada DPR berupa pembatalan UU MA ini. “Kalau memang sudah dinyatakan cacat prosedural, ya seharusnya dinyatakan batal. Kita harus mengatakan yang pahit itu pahit,” tegasnya. Menurutnya, itu merupakan resiko yang harus ditanggung bersama.
Tobas berpendapat MK memiliki kekhawatiran bila sampai membatalkan UU ini akan menimbulkan hubungan yang kurang baik dengan MA. “Mungkin ada kekhawatiran dengan institusi yang menjalankan UU ini,” tuturnya.