Vonis Angie Patut Jadi Landmark Decision
Berita

Vonis Angie Patut Jadi Landmark Decision

Putusan kasasi Angie dinilai sudah tepat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Vonis Angie Patut Jadi <i>Landmark Decision</i>
Hukumonline

Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menilai putusan kasasi MA yang memperberat hukuman Angelina Sondakh patut dijadikan landmark decision (putusan terpilih). Diharapkan, putusan Angie bisa diikuti hakim-hakim lain di tingkat manapun untuk menjatuhkan sanksi maksimal agar bisa menimbulkan efek jera bagi koruptor dan edukasi bagi masyarakat.

“Ya, kalau semua menyadari bahwa korupsi itu menghancurkan masa depan bangsa, saya setuju hakim-hakim di tingkat manapun menjatuhkan hukuman maksimal,” kata Imam saat dihubungi hukumonline, Jum’at (22/11).

Imam mengatakan putusan kasasi Angie ini sejalan dengan TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengamanatkan perlu penjatuhan sanksi berat bagi pelaku korupsi sebagai kejahatan extra ordinary crime. “Korupsi benar-benar karena keserakahan yang didesain untuk merampok uang negara dan uang rakyat perlu mendapat balasan (hukuman) yang setimpal. Nampaknya, MA menangkap semangat itu,” kata Imam.

KY mendukung sepenuhnya putusan kasasi yang dijatuhkan kepada Angie yang dinilainya telah memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia juga meyakini majelis hakim sudah mempertimbangkan secara matang dan komprehensif terhadap hukuman yang dijatuhkan. Sebelumnya, dirinya bersama elemen masyarakat lain juga menyesalkan putusan Angie di tingkat pertama dan banding yang dinilainya rendah.

“Terus terus saya dan masyarakat lain kecewa dengan vonis Angie di Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Jakarta, meski putusan hakim harus dihormati,” lanjutnya. “Tetapi, penjatuhan sanksi berat terhadap koruptor harus tetap mempertimbangkan kelengkapan alat bukti”.

Komisioner KY lainnya, Taufiqurahman Syahuri mengapresiasi putusan kasasi Angie karena yang bisa menjadi preseden pengadilan di bawahnya. Putusan ini dia nilai telah mengobati kekecewaan publik terhadap putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang hanya menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara. Dia mengamini jika Angie terbukti Pasal 12A UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor lantaran aktif menggerakkan proyek di Kemendiknas dan Kemenpora.

“Pasal itu ancaman hukumannya minimal 4 tahun, maksimal hukuman mati atau 20 tahun jika memenuhi unsur ‘menggerakkan’. Tetapi, Pasal 11 UU pemberantasan Korupsi jika pelaku bersikap pasif ancamannya maksimal lima tahun penjara,” kata Taufiq di kantornya.

Dia menjelaskan sikap pasif dalam Pasal 11 jika seseorang tiba-tiba menerima hadiah, tetapi tidak melapor ke KPK. Sebab, ada korupsi yang ada unsur niat, ada korupsi yang tidak ada unsur niatnya, seperti tiba-tiba diberi hadiah. “Kalau peran Angie ini menggerakkan proyek sesuai Pasal 12A. Putusan MA ini sudah tepat dan patur diapresiasi,” katanya.

Hal senada disampaikan anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho. Dia menilai vonis kasasi Angie sebagai putusan progresif yang telah memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dia berharap putusan ini bisa menjadi acuan bagi hakim-hakim lain dalam menjatuhkan vonis terhadap koruptor.

Sebelumnya, Majelis Kasasi MA yang diketuai Artidjo Alkostar memperberat hukuman Angelina menjadi 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar AS subsider 5 tahun  penjara. Vonis ini sesuai tuntutan jaksa KPK yang menuntut Angie 12 tahun penjara saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Wanita yang akrab disapa Angie ini terbukti korupsi seperti diancam Pasal 12A UUPemberantasan Tipikor sebagai dakwaan primer. Majelis menganggap terdakwa Angie sebenarnya aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar Rp7 persen dari nilai proyek dan disepakati 5 persen.

Terdakwa juga aktif memprakarsai pertemuan untuk memperkenalkan Mindo kepada Sekretaris Dirjen Dikti Kemendiknas Haris Iskandar dalam rangka mempermudah upaya penggiringan anggaran di Kemendiknas. Terdakwa ikut mengajukan program usulan kegiatan di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, terdakwa Angie beberapa kali memanggil Haris Iskandar dan Dadang Sugiarto dari Kemendiknas ke DPR. Lalu, terdakwa minta prioritas pemberian alokasi anggaran terhadap perguruan tinggi.

Terdakwa beberapa kali berkomunikasi dengan Mindo Rosalina tentang tindak lanjut dan perkembangannya. Terdakwa, lalu mendapat uang fee sebesar Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar AS, sehingga perbuatan terdakwa itu memenuhi unsur Pasal 12A UU Pemberantasan Tipikor sesuai dakwaan primer.

Januari lalu, Pengadilan Tipikor Jakarta menvonis Angie selama 4,5 tahun penjara. Terdakwa penerima hadiah dalam pengurusan anggaran di Kemendiknas dan Kemenpora ini terbukti korupsi secara berlanjut lantaran menerima uang Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS dari grup Permai seperti diancam Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Vonis ini diperkuat Pengadilan Tinggi Jakarta dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta tanpa hukuman uang pengganti.

Tags:

Berita Terkait