Respons Penasehat Hukum Usai Vonis Nihil Pidana Heru Hidayat
Terbaru

Respons Penasehat Hukum Usai Vonis Nihil Pidana Heru Hidayat

Meski menghormati putusan, penasehat hukum Heru Hidayat menilai masih terdapat hal yang tidak sependapat dengan putusan hakim khususnya mengenai kerugian negara.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Menurutnya, berdasar Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika hakim menyatakan Terdakwa bersalah maka Terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Sehingga, dia menilai putusan hakim tidak boleh nihil karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun. “Hukuman nihil hanya berlaku di perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman diatasnya yaitu mati,” jelas Boyamin.

Dia menyampaikan putusan tersebut menyatakan perbuatan Terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. “Sesuai pasal 240 KUHAP putusan itu keliru sehingga MAKI meminta jaksa Kejagung harus melakukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” ungkapnya.

Dia menyampaikan putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah secara berulang pada Jiwasraya dan Asabri. Sehingga,  seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh Jaksa Penuntut Umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana dan bukan nihil.

“Selanjutnya MAKI akan maju ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna "Pengulangan Dalam Melakukan Pidana " yang selama ini dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian  melakukan perbuatan pidana. Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana. Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati,” ujarnya.

Sebelumnya, majelis hakim sepakat bahwa Heru terbukti melakukan perbuatan dalam dua dakwaan yaitu dakwaan pertama pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Ancaman perampasan kemerdekaan berdasarkan pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pidana penjara seumur hidup dan ketentuan pasal 67 KUHP menyatakan jika terdakwa telah divonis seumur hidup di samping tidak bileh dijatuhkan hukuman pidana lain kecuali pencabutan hakhak tertentu dan pengumuman majelis hakim," kata hakim anggota Ali Muhtarom dalam sidang seperti dikutip dari Antaranews.

Menurut hakim, Heru Hidayat telah terbukti melakukan pidana sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua primer. "Tapi undang-undang secara imperatif menentukan jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhi pidana selain pengumuman hukuman lain oleh majelis hakim sehingga majelis hakim mengatakan ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani. Berdasarkan pertimbangan tersebut meski terdakwa bersalah tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup maka pidana yang dijatuhi dalam perkara a quo adalah nihil," ungkap hakim Ali Muhtarom.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait