Vonis Mati Satu Pelaku Pemerkosa Yuyun, Dianggap Belum Memenuhi Rasa Keadilan
Berita

Vonis Mati Satu Pelaku Pemerkosa Yuyun, Dianggap Belum Memenuhi Rasa Keadilan

Putusan majelis hakim dapat menjadi yurisprudensi bagi hakim yang menangani kasus serupa. Majelis hakim dalam putusannya memberikan pesan agar DPR mempercepat pembahasan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Vonis Mati Satu Pelaku Pemerkosa Yuyun, Dianggap Belum Memenuhi Rasa Keadilan
Hukumonline
Majelis hakim Pengadilan Negeri Rejanglebong, Bengkul resmi sudah mengganjar hukuman terhadap lima terdakwa pemerkosa dan pembunuhan terhadap siswi SMP Yuyun. Satu diantarannya diganjar hukuman mati oleh majelis hakim, lantaran terbukti sebagai otak pembunuhan. Sementara empat lainnya divonis hukuman 20 tahun mendekam di balik sel jeruji.

Ketua Komisi VIII Ali Taher hukuman mati mestinya diberikan terhadap lima terdakwa. Pasalnya tewasnya Yuyun akibat dari perbuatan kelima terdakwa. Meski majelis hakim memiliki alasan yuridis, toh mestinya mengedepankan rasa keadilan keluarga dan masyarakat. Sebab, tindak kejahatan kelima terdakwa melampau batas.

“Ya kalau cuma satu yang terkena hukuman mati itu, menurut saya belum memenuhi harapan rasa keadilan, dibandingkan dengan nyawa seseorang yang diperkosa dengan sadis,” ujarnya di Gedung Parlemen, Jumat (30/9). (Baca Juga: Otak Pembunuh Yuyun Divonis Mati)

Ali mengatakan, keempat terdakwa lainnya juga layak diganjar hukuman mati. Setidaknya, majelis hakim menelisik aspek hukum dan perbuatan yang keji terhadap Yuyun. Menurutnya, empat terdakwa hanya diganjar hukuman 20 tahun penjara, justru tidak memenuhi rasa keadilan terhadap Zainal yang divonis hukum mati.

Putusan yang diberikan majelis hakim dinilai Ali belum menunjukan pendidikan hukum bagi masyarakat. Pasalnya, masyarakat ke depan dapat pula melakukan perbuatan pidana asusila perkosaan secara bersama-sama dengan hukuman berbeda. Oleh sebab itu, keempat terdakwa mestinya mendapat ganjaran hukuman yang sama dengan Zainal.

“ini betapa dahsyatnya, saya merasakan emosional sekali ini, karena saya punya anak dan cucu. Betapa dahsyatnya kejahatan itu, melampaui derajat kemanusian. Saya jadi emosional ini,” katanya.

Meski terdapat pelaku yang berusia 13 tahun dengan hukuman rehabilitasi, politisi PAN itu menilai perbuatan anak tersebut seperti halnya melampau kejahatan orang dewasa. Oleh sebab itu majelis hakim mestinya mengganjar hukuman berat pula, tidak sebatas rehabilitasi. Ali mengakui dengan sistem peradilan anak, maka anak di bawah umur mesti mendapat pengecualian. Namun bila kejahatan yang diperbuat melampau batas, mestinya tak hanya rehabilitasi, tapi kurungan badan. (Baca Juga: Pembunuh Yuyun Berstatus Anak Dituntut Hukuman Tindakan)

Gak cukup rehabilitasi saja.Kita semua sayang anak kan ya, tapi kalau ada anak yang melampaui batas harus ada sanksi yang setimpalah,” ujarnya.

Berbeda dengan Ali Taher, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Reni Marlinawati justru memberikan apresiasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Rejanglebong Bengkulu. Khususnya memvonis hukuman mati terhadap  satu terdakwa, yakni Zainal.

Reni menilai putusan majelis hakim itu dapat menjadi yurisprudensi bagi hakim lainnya yang menangani perkara kejahatan seksual lainnya. Putusan hakim tersebut memberi pesan nyata komitmen negara dalam melawan kejahatan seksual terhadap anak, perempuan dan sejenis

Lebih lanjut, Reni berpandangan putusan majelis hakim yang memvonis hukuman mati dan 20 tahun penjara sebagai sinyal dan pesan agar DPR dan pemerintah segera melakukan pecepatan pembahasan Rancangan UU Penghapusan Kejahatan Seksual (PKS). Apalagi RUU PKS sudah masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2016. “Kami menyerukan agar pemerintah dan DPR dapat memprioritaskan pembahasan RUU ini mengingat urgensi keberadaan regulasi tersebut,” katanya.

Anggota Komisi X DPR itu mengatakan seluruh pemangku kepentingan harus mengkampanyekan kesadaran masyaraat khususnya terhadap anak didik melalui jalur pendidikan. Yakni terkait dengam bahaya kejahatan asusila pemerkosaan berujung kematian

“Langkah preventif ini penting untuk meminimalisir penyebaran kejahatan ini sekaligus menumbuhkan sikap sigap atas ancaman kejahatan ini di sekitar kita,” pungkasnya. (Baca Juga: Ini Isi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Versi Komnas Perempuan)

Apresiasi Putusan Hakim
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan apresiasi atas vonis hukuman mati kepada terdakwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak di Bengkulu. "Kepada hasil hukuman mati untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak Y (14) di Pengadilan Negeri Curup, Bengkulu, pada hari ini, kami memberikan apresiasi," kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh.

Menurut, Niam vonis ini memberikan kepastian hukum perlindung terhadap anak, dan menjamin rasa keadilan masyarakat, terutama keluarga korban. Vonis mati ini juga diharapkan dapat melahirkan efek jera agar tidak ada yang berani melakukan kejahatan serupa, sehingga berkontribusi mengurangi tindak kejahatan seksual terhadap anak, serta terwujudnya tertib sosial dan tertib hukum untuk pemastian perlindungan anak.

Niam juga menjelaskan putusan ini sebagai manifestasi dari komitmen negara untuk perang melawan kejahatan seksual terhadap anak, yang dipelopori oleh Kepala Negara. Hal ini juga bisa dimaknai sebagai wujud penegasan bahwa kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang luar biasa sehingga butuh penanganan luar biasa, termasuk penanganan dalam penegakan hukumnya.

Ia berpendapat, DPR juga harus memiliki komitmen yang sama, dengan segera mengesahkan Perppu 1/2016 menjadi UU. KPAI menduga ada tiga fraksi yang kurang serius memberikan dukungan perlindungan anak dengan memberikan berbagai alasan.
Tags:

Berita Terkait