Wacana Hilangkan Wewenang Penuntutan KPK Dinilai Tak Berdasar
Berita

Wacana Hilangkan Wewenang Penuntutan KPK Dinilai Tak Berdasar

Padahal dalam menangani perkara korupsi, kejaksaan memiliki kewenangan satu atap, yakni menyelidiki, menyidik sekaligus menuntut.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk menghilangkan kewenangan penuntutan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki dasar argumentasi yang jelas. Apalagi kewenangan satu atap penanganan tindak pidana korupsi tak hanya dimiliki KPK saja, tapi juga kejaksaan.
"Jaksa Agung bisa jadi lupa bahwa kejaksaan sendiri memiliki kewenangan satu atap dalam menangani kasus korupsi. Kejaksaan berwenang menyelidiki, menyidik, dan menuntut sendiri kasus korupsi," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenurrohman di Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (13/9).
Menurut Zaenurrohman, KPK sejak awal memang dibentuk sebagai lembaga antirasuah yang memiliki kekuatan lebih dalam memberantas korupsi di Indonesia. KPK dibuat karena lembaga penegakan hukum lainnya, termasuk kejaksaan dinilai belum efektif memberantas tindak pidana korupsi.
Oleh sebab itu, pernyataan menghilangkan kewenangan penuntutan KPK dan mengembalikan kepada kejaksaan tidak memiliki dasar argumentasi yang jelas. Menurut dia, apabila kewenangan penuntutan KPK dihilangkan maka efektivitas penanganan perkara akan hilang karena KPK harus lebih dahulu menyerahkan hasil penyidikannya kepada Kejaksaan Agung.
"Masyarakat khawatir kalau fungsi penuntutan dikembalikan ke Kejaksaan jangan-jangan justru di-SP3-kan, atau penuntutannya menjadi tidak maksimal, padahal KPK sudah melakukan penyidikan dengan susah payah," kata dia.
Selain itu, pernyataan menghilangkan penuntutan KPK lebih tidak berdasar lagi jika mengaitkan kewenangan satu atap (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan) KPK dengan indeks persepsi korupsi (IPK). Hal ini dikarenakan penilaian IPK didasarkan pada empat hal yang menggambarkan tentang daya saing dan hambatan berusaha, potensi korupsi dan integritas pelayanan publik, potensi suap dan integritas sektor bisnis, dan penilaian kinerja perekonomian daerah.
"Sangat bijaksana jika Jaksa Agung fokus dalam perbaikan institusi kejaksaan dari pada mengusulkan pengurangan kewenangan KPK," kata dia.
Tags:

Berita Terkait