Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu Kembali Muncul
Berita

Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu Kembali Muncul

Agar Ditjen Pajak berdiri sendiri berada langsung dan bertanggungjawab ke presiden. Kemenkeu cukup menjadi bendahara negara. Sedangkan Ditjen Pajak sebagai penerimaan negara.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Gagasan pemisahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali bergulir. Gagasan ini dinilai sebagai upaya mereformasi perpajakan. Dengan terpisah dari Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak diharap menjadi lebih mandiri dan leluasa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya mengumpulkan pajak dari wajib pajak. Hal ini disampaikan Ketua Komisi XI Melchias Marcus Mekeng di Gedung DPR, Kamis (1/9).

“Dibentuk dalam bentuk badan saja. Namanya Badan Penerimaan Pajak,” ujarnya.

Menurutnya, Bila terpisah dari Kemenkeu maka Ditjen Pajak bakal lebih leluasa bekerja. Bahkan, tidak lagi terbelenggu dan diatur serta menghadapi birokrasi berbelit di kementerian. Selain itu, setelah berdiri sendiri dapat merekrut pemeriksa auditor. Terlebih, kebutuhan pemeriksa di Ditjen Pajak terbilang banyak.

Mekeng mencatat, setidaknya, Ditjen Pajak hanya memiliki auditor sebanyak 8000 orang. Sementara kebutuhan auditor di Ditjen Pajak mencapai puluhan ribu orang. Hal itu tidak berimbang dengan tuntutan peningkatan pendapatan dari sektor pajak.

Anggota Komisi XI Hafidz Tohir mengamini pandangan Mekeng. Menurutnya, Kemenkeu cukup menjadi bendahara negara, terkait dengan kebijakan anggaran. Sedangkan Ditjen Pajak sebagai penerimaan negara. Nah, Ditjen Pajak dengan begitu dapat fokus menjadi satu lembaga sendiri mengurusi semua pendapatan negara dari sektor pajak.

“Pajak sebagai penerimaan negara fokus dalam satu lembaga sendiri mengurusi semua tax income yang kedepan akan menjadi sumber dana pembangunan utama,” ujarnya melalui pesan pendek kepada hukumonline.

Dengan begitu, dalam pengelolan keuangan negara tidak lagi terjadi perbedaan pandangan antara bendahara negara dengan pemasukan negara. Ia menilai di kebanyakan negara yang telah melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik, cenderung memisahkan antara Ditjen Pajak dengan bendahara negara.

Dengan begitu setidaknya menjadi lebih kredibel bila Ditjen Pajak melaksanakan fungsinya mengumpulkan pendapatan negara dari pajak yang berdiri sendiri. Hal itu pula dapat menyehatkan segi anggaran negara. Setidaknya tidak lagi terjadi konflik kepentingan antara pemakai anggaran dan pengumpul anggaran.

“Dalam teori akuntansi lapak nya lebih kurang begini, cashier tidak boleh bertindak juga sebagai pembelanja,” ujar politisi Partai Amanat Nasional itu.

Anggota Komisi XI lainnya, Hendrawan Supratikno tidak sependapat dengan gagasan Mekeng. Menurutnya, gagasan pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu menjadi badan perpajakan tersendiri di bawah presiden merupakan ide usang. Ia menilai ide pembentukan Badan Penerimaan Negara sudah terlampau lama diperdebatkan. (Baca Juga: Kewenangan Ditjen Pajak Tidak Perlu Dipisah)

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu khawatir bila badan tersebut dibentuk dan berada langsung di bawah presiden, bakal berpotensi memiliki kewenangan berlebih. Hendrawan menyebut badan tersebut berisiko berubah menjadi ‘monster’ yang amat berkuasa.

“Harus kita renungkan. Ada risiko, badan tersebut bermetamorfosa menjadi "monster" atau sangat berkuasa. Juga biaya koordinasi antarlembaga dalam konteks Indonesia menjadi bertambah besar,” ujarnya.

Hafidz menimpali. Menurutnya, justru kewenangan Kemenkeu jauh lebih besar ketimbang Ditjen Pajak. Pasalnya, Kemenkeu memegang semua kewenangan keuangan. “Besar mana? antara kewenangan Menkeu sekarang atau Menkeu yang nanti kalau sudah dipisah ditjen pajaknya? Justru Kemenkeu sekaranglah yang monster menakutkan. Dia pegang semuanya,” ujarnya.

Bentuk Satgas
Terkait dengan peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak, pemerintah mestinya melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi. Caranya, kata Mekeng, dengan melakukan pembenahan tunggakan pajak yang sudah berkekuatan hukum tetap. Nah upaya paksa badan dapat dilakukan bila tidak melunasi tunggakannya.

“Seperti dilakukan Debt Collector aja. Pakai upaya paksa saja kalau tetap tidak dipatuhi,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu meminta agar pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas). Tugasnya, membenahi nomenkatur di tiap kementerian dan lembaga. Terhadap bidang- bidang yang banyak menghabiskan anggaran agar dilakukan revitalisasi.

“Hal ini juga supaya pemotongan anggaran seperti terjadi sekarang bisa tepat sasaran. Pemotongan benar-benar pada sektor yang nomenklaturnya memang tidak efektif,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait