Wacana Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Ciderai Konstitusi
Terbaru

Wacana Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Ciderai Konstitusi

Presiden Jokowi diminta membuat pernyataan tegas penolakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode demi mewujudkan Amanah Rakyat Indonesia.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

“KPU mengusulkan anggaran Rp86 triliun yang kemudian direvisi menjadi Rp 76,6 triliun. Besaran anggaran ini memang naik fantastis dibanding anggaran pemilu 2019 yang menghabiskan anggaran Rp25,59 triliun,” ungkap Badiul.

Agar tidak menjadi celah penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden hingga 3 periode, maka Seknas FITRA mendesak Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk membuat pernyataan tegas penolakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode demi mewujudkan Amanah Rakyat Indonesia.

Kemudian, FITRA juga mendesak KPU mengeluarkan PKPU tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024 lebih kongkrit dan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas kegiatan dan anggaran. FITRA mendesak Pemerintah dan DPR RI mempercepat pembahasan dan penetapan anggaran Pemilu 2024 sesuai jadwal dan tahapan yang ditetapkan oleh KPU.

Kemudian, Partai Politik yang mewacanakan penundaan pemilu untuk menghentikan wacana tersebut agar tidak ada perpecahan di masyarakat dan lebih baik fokus kepada tugas yang salah satunya Memberikan Pendidikan Politik kepada Masyarakat. Terakhir, FITRA Mengajak seluruh komponen masyarakat sipil untuk mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan mengawasi anggarannya.

Sebelumnya, sejumlah pakar hukum tata negara memberikan komentar terkait wacana penundaan Pemilu 2024. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015 Hamdan Zoelva berpandangan, penundaan pemilu bentuk perampasan hak rakyat. Sebab, dalam Pasal 22E UUD 1945 secara tegas mengatur pelaksanaan Pemilu digelar per lima tahun. Jika ingin menunda Pemilu, maka mesti mengubah rumusan Pasal 22E sesuai ketentuan dalam Pasal 37 UUD 1945. Baginya, tak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu.

“(Jika menunda Pemilu) Dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali. Tapi kalau dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain,” ujarnya melalui akun twitternya, Sabtu (27/2/2022) lalu.

Sedangkan Prof Yusril Ihza Mahendra berpendapat, penundaan pemilu 2024 dapat terlaksana asalkan mendapat keabsahan dan legitimasi dengan menempuh tiga cara. Pertama, amandemen UUD 1945. Kedua, presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

“Ketiga cara ini sebenarnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, yang dilakukan secara normal menurut prosedur yang diatur dalam konstitusi itu sendiri, atau cara-cara tidak normal melalui sebuah revolusi hukum, dan terakhir adalah perubahan diam-diam terhadap konstitusi melalui praktik, tanpa mengubah sama sekali teks konstitusi yang berlaku,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait