Para calon presiden sudah seharusnya membuat banyak janji dalam kampanye pencalonannya. Namun, mereka tidak perlu membuat visi bernegara sendiri karena sudah ada dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pandangan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dalam pidato penutup Konferensi Nasional ke-2 Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Minggu (1/10/2023).
“Memang harus banyak janji supaya bisa kita tagih. Apa yang mau ditagih nanti kalau tidak berjanji dengan kita?” kata Saldi. Salah satu janji yang bisa ditagih komitmennya adalah soal bagaimana susunan kabinet yang akan dibuat nanti. Saldi mengatakan itu berkaitan dengan relasi politik para calon dalam menyusun jumlah Menteri dalam kabinet kelak.
“Tadi saya mendengar usulan menghapus Kementerian Koordinator. Kira-kira kebutuhan kabinet itu berapa dikaitkan dengan isi konstitusi? Kalau tidak ada kajian, bangunan koalisi akan memaksa agar jumlah Kementerian jauh lebih besar,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas ini.
Baca Juga:
- Oligarki Pemilik Partai Politik Sekaligus Pengusaha Media Massa Berbahaya
- Hakim MK Arief Hidayat: Ilmuwan Hukum Harus Terus Belajar, Jadilah Climbers
- Konferensi Nasional APHTN-HAN ke-2 Dibuka, Konflik Rempang Ikut Dibahas
Di sisi lain, ia tidak setuju jika janji-janji itu termasuk juga dengan membuat visi-misi bernegara. Hal itu karena visi bernegara sudah ada dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. “Visi yang digunakan harus yang ada dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pasangan calon hanya menyusun soal bagaimana menurunkan tujuan bernegara itu ke dalam agenda kalau terpilih. Itu yang harus dinilai,” katanya lagi.
Saldi mengingatkan jika masing-masing calon Presiden membuat visi-misi bernegara maka kan bertabrakan dengan tujuan bernegara dalam pembukaan konstitusi. “Coba bayangkan, pemerintah pusat membuat visi-misi, lalu pemerintah daerah buat visi-misi, jadi wajar kalau tidak sinkron dalam pelaksanaan pemerintahan,” kata Saldi menambahkan.
Ada 100 makalah terseleksi dari seluruh wilayah Indonesia yang didiskusikan dalam Konferensi Nasional ke-2 APHTN-HAN. Hasilnya berupa Pokok-Pokok Pikiran dan Rekomendasi Konferensi Nasional ke-2 APHTN-HAN. Rumusannya dibacakan pada malam penutupan konferensi oleh pakar HAN Universitas Gadjah Mada Oce Madril, pakar HTN Universitas Brawijaya Pan Mohamad Faiz, pakar HAN Universitas Negeri Semarang Rofi Wahanisa, pakar HAN Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarif, dan pakar HTN Universitas Airlangga Radian Salman.
Pembukaan dan penutupan konferensi ini dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara. Mereka yang hadir adalah Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Widodo Ekatjahjana, Anggota Badan Pengawas Pemilu Puadi, dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Idham Khalik dalam deretan tamu naratetama. Ketua MK Anwar Usman menabuh gong tanda pembukaan konferensi di malam pembuka dan Wakil Ketua MK Saldi Isra menutup konferensi di malam terakhir.