Wakil Ketua Peradi: Meninggal Sebelum Diperiksa Tidak Bisa Jadi Tersangka
Profil

Wakil Ketua Peradi: Meninggal Sebelum Diperiksa Tidak Bisa Jadi Tersangka

Mengacu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan KUHAP. Polisi terlihat tidak profesional, bahkan serupa dengan kasus Sambo. Pihak dalam kasus kali ini melibatkan pensiunan anggota kepolisian.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua Umum DPN Peradi Saor Siagian (kanan) dalam sesi IG Live Headline Talks Hukumonline, Jumat (3/2/2023).
Wakil Ketua Umum DPN Peradi Saor Siagian (kanan) dalam sesi IG Live Headline Talks Hukumonline, Jumat (3/2/2023).

Penetapan tersangka harus dengan minimal dua alat bukti mengacu Pasal 184 KUHAP (UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana/KUHAP) dan disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Pendapat itu disampaikan Saor Siagian, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi). Saor yang juga bagian dari Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan menyampaikannya dalam sesi Headline Talks Hukumonline, Jum’at (3/2/2023) kemarin.

“Kalau kita mengacu kasus mahasiswa UI, dia sudah meninggal atau tidak bisa diperiksa. Ini tragedi. Saya setuju dengan pendapat netizen kalau ini mirip cerita Sambo jilid kedua,” kata Saor. Ia melihat kelalaian pihak kepolisian dalam prosedur penetapan tersangka terlalu nyata. Pendapat Saor itu merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Saor menilai pengemudi mobil yang menyebabkan kematian mahasiswa UI lebih memenuhi unsur sebagai tersangka. “Pengemudi mobil malah terang benderang bisa dijerat Pasal 310 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu karena kelalaiannya mengakibatkan orang meninggal bisa diancam pidana 6 tahun serta denda,” kata Saor.

Saor merasa penetapan tersangka yang telah dilakukan kepolisian kepada mahasiswa UI yang tewas itu tragis. Fakta bahwa almarhum tewas akibat lindasan mobil begitu jelas menempatkannya sebagai korban. Namun, penyidik malah lebih cepat memastikannya sebagai tersangka. “Tidak cermat atau mungkin ada dugaan polisi melakukan tindakan melanggar prosedur atau tidak profesional,” kata dia.

Baca Juga:

Penelusuran Hukumonline pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 menemukan bahwa syarat pemeriksaan calon tersangka disebutkan dalam uraian ratio decidendi. Tertulis lengkapnya sebagai berikut.

Oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah,, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya, terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka.

Tags:

Berita Terkait