Walhi: Pidato Wapres Ma’ruf Tidak Menjawab Masalah Krisis Iklim
Terbaru

Walhi: Pidato Wapres Ma’ruf Tidak Menjawab Masalah Krisis Iklim

Isi pidato yang disampaikan Wakil Presiden RI K.H Ma’ruf Amin dalam acara KTT Perubahan Iklim (COP-27) di Mesir tidak menjawab dampak krisis iklim yang dialami rakyat Indonesia.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim

Wapres K.H Ma’ruf Amin telah menyampaikan pidato dalam kegiatan KTT Perubahan Iklim (COP-27) yang berlangsung di Mesir, 7-8 November 2022. Dalam pidato itu disampaikan sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan perubahan iklim, seperti meningkatkan target penurunan emisi dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional.

Ma’ruf juga menyebut kebijakan lain seperti perluasan konservasi dan restorasi alam, penerapan pajak karbon, mencapai Folu Net Sink 2030, serta pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan inisiasi program biodiesel B40.

Merespon pidato tersebut, Kepala Divisi Kajian dan Hukum Lingkungan Walhi, Puspa Dewy, menyimpulkan substansi yang disampaikan itu masih terjebak dalam solusi palsu perubahan iklim. Sangat disayangkan pidato tersebut tidak menguraikan kondisi dan dampak krisis iklim yang dialami rakyat Indonesia, terutama di wilayah pesisisr dan pulau kecil.

“Pemerintah masih mengedepankan ambisi penurunan emisi (ENDC) menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional. Ambisi itu tidak menjawab persoalan krisis iklim yang menimpa masyarakat Indonesia,” kata Dewy dalam diskusi bertema “Merespon Pidato Wapres RI dalam World Leaders Summit COP27”, Rabu (9/11/2022).

Baca Juga:

Dewy menilai acuan yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan target penurunan emisi itu tidak jelas. Apalagi target sebelumnya tidak tercapai. Begitu pula dengan Folu Net Sink 2030 yang memberi keuntungan kepada negara maju dan korporasi karena menggunakan skema offset. Skema itu memberi ruang bagi negara maju penghasil emisi, termasuk korporasi untuk tetap menghasilkan emisi, tapi dengan membayar cadangan karbon kepada negara yang masih memiliki hutan.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi, Fanny Tri Jambore, mengingatkan pelaksanaan pajak karbon yang diundur pemerintah dari 1 April 2022 menjadi tahun 2025. Sekalipun pajak karbon diterapkan, besarannya sangat rendah. Soal ekosistem kendaraan listrik, menjadi ironi karena listrik yang dihasilkan pembangkit listrik di Indonesia 80 persen menggunakan energi fosil.

Tags:

Berita Terkait