Walhi: Tren Bencana Ekologis Terus Meningkat
Terbaru

Walhi: Tren Bencana Ekologis Terus Meningkat

Tahun 2022 mengalami penurunan tapi jumlah korbannya meningkat. Perusahaan ekstraktif berkontribusi terhadap terjadinya bencana ekologis, seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan, serta lahan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
WALHI. Foto: Hol
WALHI. Foto: Hol

Beragam kebijakan telah diterbitkan pemerintah dalam mendorong investasi masuk ke dalam negeri. Kebijakan yang memberi banyak kemudahan bagi calon pemodal seakan memberi karpet merah bagi calon investor asing. Sumber daya alam merupakan salah satu sektor andalan pemerintah untuk mengundang investor. Namun harapan pemerintah mengundang banyak investor pun masih jauh dari harapan.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Zenzi Suhadi berpandangan pemerintah masih bekerja dengan cara lama. Yakni mengandalkan pembangunan dan investasi. Padahal, cara itu terbukti gagal sejak diterapkan era pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan mendiang Soeharto.

“Mengobral sumber daya alam adalah cara jitu negara untuk menggoda para investor hingga berutang. Menilik besaran utang pemerintah hari ini sebesar Rp 7.014,58 triliun per 28 Februari 2022, menjadi sebuah rekor baru dalam sebuah era pemerintahan saat ini,” kata Zenzi dalam diskusi Peluncuran Tinjauan Lingkungan Hidup 2023, Selasa (31/1/2023).

Baca juga:

Kebijakan mengobral sumber daya alam menjadikan pemerintah abai dalam menjalankan tugas dan kewajiban dalam mengelola lingkungan dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam kebijakan dan pelaksanannya. Termasuk korporasi ekstraktif yang berkontribusi terhadap bencana ekologis seperti banjir, longsor, banjir rob hingga kebakaran hutan.

Zenzi mengingatkan bencana ekologi menjadi sinyal tanda bahaya bagi pemerintah untuk segera melakukan tindakan strategis. Walhi mencatat periode 2015-2021 peristiwa bencana ekologis cenderung meningkat. Tahun 2015 sebanyak 1.694 kejadian, tahun 2016 (2.306), tahun 2017 (2.866), tahun 2018 (3.397), tahun 2019 (3.814), tahun 2020 (4.650), tahun 2021 (5.402), dan tahun 2022 turun menjadi 3.531 kejadian.

Tercatat dampak paling destruktif bencana ekologis sepanjang pemerintahan Jokowi terjadi pada tahun 2018 dengan jumlah korban dan kerugian negara tertinggi. Zenzi melihat tahun 2018 menjadi tahun perampasan ruang melalui pelepasan konsesi yang tertinggi untuk industri ekstraktif. Terlebih, 2018 menjadi setahun sebelum penyelenggaraan pencoblosan pemilu. Dia khawatir tren tersebut terjadi jelang Pemilu 2024.

Tags:

Berita Terkait