Walhi Kaltim Beberkan 3 Persoalan dalam RUU Ibu Kota Negara
Terbaru

Walhi Kaltim Beberkan 3 Persoalan dalam RUU Ibu Kota Negara

Berpotensi mengulang kesalahan, seperti saat pembahasan RUU Cipta Kerja karena tidak ada partisipasi publik yang bermakna. Penetapan Ibu Kota Negara berpotensi memunculkan dampak negatif terhadap masalah sosial dan lingkungan, sehingga layak dihentikan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Ketiga, ancaman terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Yohana menyebut dalam KLHS IKN menunjukkan ada 3 masalah mendasar jika IKN tetap dipaksakan. Pertama, ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim. Misalnya, sistem hidrologi yang terganggu dan telah ada catatan air tanah yang tidak memadai.

Kemudian wilayah tangkap air yang terganggu. Risiko terhadap pencemaran air dan kekeringan karena sumber air bersih tidak memadai sepanjang tahun dan kemampuan pengelolaan air limbah yang dihasilkan dari IKN dan pendukungnya. Ancaman terhadap tata air itu juga meliputi tingginya konsesi tambah di wilayah IKN yang berpengaruh terhadap sistem hidrologi. Secara ekonomi, persoalan itu akan berdampak pada meningkatnya biaya ekonomi terhadap pemanfaatan air.

Kedua, ancaman terhadap flora dan fauna meliputi tekanan terhadap habitat satwa liar yang pada gilirannya akan meningkatkan risiko konflik satwa dan manusia. Beberapa flora dan fauna yang memiliki fungsi penting dalam ekosistem juga ikut terancam. Pembangunan IKN akan mengancam keberadaan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan seluas 2.603 hektar.

Ketiga, ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Yohana menyebut batu bara yang tersingkap meningkatkan risiko kebakaran hutan. Wilayah IKN rentan terhadap pencemaran minyak. Tingginya pencemaran juga berisiko terhadap penurunan nutrien pada kawasan pesisir dan laut. Tingginya konsesi tambang tersebut dan banyaknya lubang tambang yang belum ditutup juga meningkatkan risiko pencemaran pada air tanah, permukaan tanah, dan kawasan pesisirnya.

Selain itu, pembangunan IKN akan menempatkan Teluk Balikpapan sebagai kawasan industri karena akan dijadikan satu-satunya pintu masuk jalur laut ke IKN serta dijadikan satu-satunya jalur logistik untuk menyuplai kebutuhan pembangunan ibu kota baru. Yohana melihat hal itu akan berdampak pada 10 ribu nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan.

Walhi juga melihat IKN berpotensi makin memperparah bencana ekologis dan merampas wilayah kelola rakyat. Yohana mengingatkan banjir yang terjadi di wilayah IKN pada akhir 2021 mempertegas kawasan itu tidak layak berdasarkan KLHS untuk menjadi lokasi IKN. Melihat berbagai persoalan itu, Walhi meminta kebijakan penetapan dan pelaksanaan IKN layak dihentikan. “Secara mendasar ada problem besar dalam penetapan IKN,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait