Wamenkumham: Restoratif Justice Tidak Membuat Penegakan Pidana Menjadi Permisif
Terbaru

Wamenkumham: Restoratif Justice Tidak Membuat Penegakan Pidana Menjadi Permisif

Keadilan restoratif (restorative justice) membuat proses pidana menjadi manusiawi. Sekaligus sebagai upaya mengatasi persoalan over capacity lapas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Wamenkumam Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat acara Konferensi Nasional Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022). Foto: ADY
Wamenkumam Prof Edward Omar Sharif Hiariej saat acara Konferensi Nasional Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022). Foto: ADY

Paradigma hukum pidana semakin berkembang. Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumam), Prof Edward Omar Sharif Hiariej atau disapa Prof Eddy, mengatakan paradigma hukum pidana mulai berubah dari keadilan retributif menuju keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Pendekatan restorative justice mulai dikenal sejak 1977.

Prof Eddy menjelaskan restorative justice memiliki 2 pengertian yakni konsep dan proses. Secara konsep, restorative justice tujuannya bukan untuk penghukuman, tapi pemulihan. Sementara proses adalah penyelesaian pidana yang orientasinya tak hanya terhadap pelaku, tapi juga korban, keluarga korban dan keluarga pelaku, dan melibatkan masyarakat tempat tinggal korban dan pelaku.

Penerapan konsep restorative justice menurut Prof Eddy penting untuk mengatasi persoalan over capacity lapas. Tercatat jumlah kapasitas lapas hanya mampu menampung 140 ribu narapidana, tapi sekarang dihuni sampai 250 ribu narapidana. “Jadi ada kelebihan (penghuni lapas,red) sebanyak 110 ribu narapidana,” kata Prof Eddy dalam acara Konferensi Nasional Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif, Selasa (1/11/2022).

Baca Juga:

Menurut Prof Eddy, restorative justice tidak bisa lepas dari sistem peradilan pidana. Oleh karena itu penting koordinasi antar aparat penegak hukum dan lembaga terkait seperti Polri, Kejaksaan, MA, dan kementerian Hukum dan HAM untuk mewujudkan pelaksanaan restorative justice.

Selain itu Prof Eddy berpendapat restorative justice tidak membuat proses penegakan hukum pidana menjadi permisif, tapi manusiawi. Perubahan paradigma terhadap hukum pidana ini penting tidak hanya untuk aparat penegak hukum, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. 

“Keberhasilan sistem pidana di negara maju bukan terletak pada berapa banyak kasus hukum yang bisa diproses, dan diselesaikan, tapi keberhasilan itu dilihat bagaimana usaha kita bersama mencegah terjadinya kejahatan,” lanjut Prof Eddy.

Tags:

Berita Terkait