Warisan Kolonial yang Dilirik Pengusaha Kala Sengketa
LIPUTAN KHUSUS

Warisan Kolonial yang Dilirik Pengusaha Kala Sengketa

Pada zaman Hindia Belanda, arbitrase dipergunakan oleh para pedagang, baik sebagai eksportir mauapun importir dan pengusaha lainnya.

Oleh:
Hasyry Agustin/YOZ
Bacaan 2 Menit
Hukum acaranya tetap mengacu kepada HIR dan Rbg. Mengenai berlakunya arbitrase ini, pemerintah Jepang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Balatentara Jepang yang menentukan bahwa “semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaan hukum dan undang-udang dari pemerintah dahulu (Pemerintah Hindia Belanda) tetap diakui sah buat sementara asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer Jepang.  (Baca Juga: BANI Berbadan Hukum Launching, Kini BANI Resmi Ada Dua)
Kemudian untuk mencegah kevakuman hukum, pada waktu indonesia merdeka diberlakukanlah aturan peralihan UUD 1945 tertanggal 18 Agustus 1945 yang menyatakan: “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada langsung berlaku, selama belum ada yang baru menurut UUD ini”. Maka demikianlah pada waktu itu, untuk penyelesaian sengketa melalui Arbitrase tetap berlaku ketentuan HIR, Rbg dan Rv. Keadaan ini masih terus berlanjut sampai dikeluarkannya Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, maka kedudukan dan kewenangan dari arbitrase di Indonesia sudah semakin jelas dan kuat. Secara Institusional sejarah perkembangan arbitrase di Indonesia mendapatkan momentumnya pada tahun 1977 dengan terbentuknya Badan Arbitrase Nasional pada tanggal 13 Desember 1977. Keadaan ini terus berlanjut sampai dikeluarkannya Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang merupakan pondasi bagi Penyelesaian Sengketa Alternatif Non Litigasi. (Baca juga: Silang Pendapat Pengacara Atas Dualisme Kelembagaan BANI)
Badan Arbitrase di Tanah Air
Berdasarkan penelusuran hukumonline, saat ini Indonesia memiliki 14 Badan Arbitrase dengan kekhususan masing-masing. 
1.   BADAPSKI
Badan Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI). Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan. Dalam hal ini, sudah hampir pasti akan terjadi sengketa konstruksi akibat perbedaan interpretasi maupun akibat lain yang bersifat fisik maupun non fisik. Penyelesaian sengketa secara umum di Indonesia diatur dengan suatu perundangan dan saat ini berlaku, UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dalam UU ini, terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Penyelesaian dengan cara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa terbukti efektif dalam penyelesaian sengketa pada umumnya dan demikian juga tentunya sengketa konstruksi pada khususnya.

2.   BAKI
Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI). Komite Olimpiade Indonesia (KOI) membentuk BAKI pada 27 Maret 2012. BAKI memiliki tugas utama untuk menerima, memeriksa, dan memberikan keputusan arbitrase dalam perselisihan di bidang olahraga.
Halaman Selanjutnya:
Tags: