Waspadai Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris dalam Bertugas
Berita

Waspadai Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris dalam Bertugas

Pemalsuan surat, keterangan palsu di bawah sumpah, penggelapan, hingga perbuatan curang.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Para narasumber dalam seminar INI di Solo. Foto: NEE
Para narasumber dalam seminar INI di Solo. Foto: NEE

Sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan khusus untuk membuat akta otentik, notaris sering terseret perkara pidana terkait akta yang dibuatnya. Penting bagi para notaris memahami apa saja risiko jerat pidana yang mungkin dihadapinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 

Disampaikan langsung oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, berikut uraian dalam Seminar Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan bagi Ikatan Notaris Indonesia (INI) sekaligus Rapat Pleno Pusat Yang Diperluas (RP3YD) akhir Januari lalu.

 

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, Koordinator Tindak Pidana Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Heri Jerman, dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penuntutan Tindak Pidana Khusus Lain Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Rudi Margono memaparkan seluk beluk pidana dan pemidanaan yang membayangi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

 

Berikut tindak pidana KUHP yang sering terjadi berkaitan dengan notaris:

Bab XII tentang Pemalsuan Surat

Bab XXIV tentang Penggelapan

Bab XXV tentang Perbuatan Curang (Bedrog)

Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP

Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP

Pasal 378 KUHP

 

Sumber: bahan presentasi Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri

 

Seorang notaris bisa disangka melakukan tindak pidana tersebut baik sebagai pelaku(pleger) maupun turut serta atau pembantu kejahatan. Brigjen Pol Agung menjelaskan nantinya kepolisian akan memilah keterlibatan notaris berdasarkan hasil penyidikan. Menurutnya, ada 7 bentuk permasalahan yang ditemukan penyidik sebagai dasar penetapan notaris sebagai tersangka.

 

Permasalahan Berpotensi Pemidanaan Yang Sering Terjadi Dalam Tugas Notaris

1.  Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan

2. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan keterangan palsu

3. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya

4.  Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notarisyang diterbitkan dianggap akta palsu

5. Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda

6.  Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan

7.  Penghadap menggunakan identitas orang lain

Sumber: bahan presentasi Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri

 

“Saya ingin mengingatkan untuk rekan-rekan notaris meningkatkan awareness-nya dalam menjalankan profesi,” kata Agung berpesan dalam pemaparannya.

 

Sementara itu, Koordinator Tindak Pidana Orang dan Harta Benda pada Jampidum Kejagung, Heri Jerman menggarisbawahi bahwa pada dasarnya sepanjang notaris bekerja berdasarkan kewenangan yang diatur Undang-Undang maka ia akan dilindungi oleh hukum. Dalam hal ini utamanya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. UU No.2 Tahun 2014 (UUJN). Oleh karena itu, pertanggungjawabannya terutama sangat bergantung pada kesengajaannya (opzet) dalam melanggar ketentuan UUJN.

 

(Baca Juga: 6 Kampus Hukum Perintis M.Kn. Sepakat Perlu Evaluasi Pendidikan Kenotariatan)

 

Jika notaris dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya tidak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum (vide pasal 16 ayat 1 a UUJN), maka ia dapat dikatakan tidak lagi menjalankan UUJN untuk dapat diminta mempertanggungjawabkan secara pidana. Pemidanaan tersebut bukan pada jabatan atau kedudukannya tapi pada perbuatannya, berdasarkan pembuktian unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa).

 

Perlu diingat kembali bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris bernilai sebagai alat bukti otentik yang paling sempurna di hadapan hukum secara perdata dan pidana serta secara materiil dan formil. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), memberikan penegasan kepada notaris sebagai Pejabat Umum yang berwenang secara luas soal pembuatan akta otentik: "Suatu akta otentik, ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang di tempat dimana akta itu dibuat".

 

Oleh karena itulah, kelalaian notaris apalagi kesengajaannya menghasilkan akta yang tidak benar memiliki akibat hukum serius bagi kepentingan para pihak baik pembuat akta maupun yang terkait dengan akta tersebut.

 

Selain pemidanaan, menurut Heri notaris juga berpotensi digugat secara perdata dan pemeriksaan pelanggaran admnistrasi (Kode Etik). Dalam pemidanaan, baik penyidik dan penuntut umum akan melihat terlebih dulu apakah akta yang dipermasalahkan dibuat sesuai ketentuan UUJN atau tidak. Ia menambahkan bahwa jika akta yang dibuat ternyata menimbulkan sengketa, perlu dipertanyakan tiga kemungkinan.

 

(Baca Juga: Kemenkumham Pastikan Mulai 2018 Penerimaan M.Kn. Harus Dihentikan)

 

Pertama, akta bermasalah karena sepenuhnya kelalaian notaris dalam pembuatannya. Kedua, kesalahan para pihak yang tidak mau jujur dalam memberikan keterangannya di hadapan notaris. Ketiga, adanya kesepakatan bernilai kejahatan yang sengaja dibuat antara notaris dengan pihak penghadap sejak awal. Misalnya dengan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUHP.

 

Berikut 20 perbuatan notaris yang bersinggungan dengan tindak pidana hasil inventarisasi Heri sepanjang kariernya:

1. Tanggal dalam akta tidak sesuai dengan kehadiran para pihak

2. Para pihak tidak hadir tetapi ditulis hadir 

3. Para pihak tidak membubuhi tandatangan tetapi ditulis atau ada tandatangannya

4. Akta sebenarnya tidak dibacakan akan tetapi diterangkan telah dibacakan 

5. Obyek dalam akta tidak sesuai dengan fakta/berbeda yang diterangkan oleh para pihak

6. Notaris ikut campur tangan terhadap syarat-syarat perjanjian

7. Dalam akta disebutkan bahwa pihak-pihak telah membayar lunas apa yang diperjanjikan padahal sebenarnya belum lunas atau bahkan belum ada pembayaran secara riil

8. Pencantuman pembacaan akta yang harus dilakukan oleh notaris sendiri padahal sebenarnya tidak

9. Pencantuman mengenal orang yang menghadap padahal sebenarnya tidak mengenalnya    

10. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar

11. Ada 2 akta yang beredar sama tapi isinya berbeda

12. Penghadap menggunakan identitas orang lain

13. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan dari para pihak yang menandatangani akta pada minuta akta 

14. Ada penyangkalan keabsahan tanda tangan pada dokumen yang dilekatkan pada minuta akta

15. Ada ahli waris pembuat akta, atau penerima hak dari pembuat akta atau pihak yang berkepentingan pada akta menyatakan bahwa pada tanggal pembuatan akta, pembuat akta telah meninggal dunia 

16. Ada keterangan palsu yang dimasukkan dalam minuta akta

17. Dokumen yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta akta palsu 

18. Ada dokumen palsu yang dilekatkan atau dilampirkan pada minuta akta

19. Ada pengurangan atau penambahan angka, kata atau kalimat pada minuta akta yang merugikan pihak lain

20. Ada dugaan notaris melakukan pemunduran tanggal akta yang merugikan pihak lain

Sumber: makalah Koordinator Tindak Pidana Orang dan Harta Benda pada Jampidum Kejagung

 

Kasubdit Penuntutan Tindak Pidana Khusus Lain Jampidsus Kejagung, Rudi Margono menambahkan bahwa notaris harus waspada karena dalam pasal 52 KUHP diatur pemberatan pemidanaan jika terbukti bersalah: “Bilamana seorang pejabat, karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga”.

 

“Notaris adalah pejabat. Termasuk dalam pasal itu,” kata Rudi.

 

Di luar dari pemidanaan berdasarkan KUHP tersebut, notaris juga bisa terseret tindak pidana pencucian uang, tindak pidana pajak, hingga tindak pidana korupsi yang dilakukan penghadap.

 

Di akhir paparan ketiga aparat penegak hukum ini, kepada hukumonline Heri berpesan agar notaris selalu menjalankan kehati-hatian. “Yang jelas wajib menjalankan prinsip kehati-hatian, jangan selalu berlindung pada keterangan para pihak yang paling benar, dipikirkan apakah perbuatan para pihak bisa merugikan orang lain?” katanya.

 

Menurut Heri, dalam membuat akta notaris harus berpegang pada prinsip kehati-hatian seorang notaris (prudent notarius principle), tidak melampaui batas kewenangan (ultra vires), prinsip mengenal klien (Know Your Customer), dan mengidentifikasi dokumen berupa penulisan, isi, legalitas (identify for validity).

 

Ia mengakui bahwa memang bukan tugas notaris memastikan kebenaran materiil dari data yang diajukan penghadap. Namun bukan serta merta notaris tidak melakukan tindakan kehati-hatian untuk menghindari kelalaian. Ia mencontohkan soal antisipasi KTP palsu. Notaris perlu teliti mengetahui soal nomor penanda wilayah dalam standar Nomor Induk Kependudukan.

 

“Ini KTP umpamanya di Bogor, kok beda kode NIK, Bogor misalnya 352, kok ini 351,” katanya.

 

Menurut Heri, unsur kelalaian bisa juga menjadi penyebab notaris terjerat pemidanaan. “Notaris jangan galau, sepanjang sudah bertanggung jawab menjalankan kewajiban sesuai undang-undang, kenapa takut? Orang yang takut biasanya yang berbuat salah,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait