Wawancara Khusus dengan Dirjen HPI Kemlu, L. Amrih Jinangkung
Profil

Wawancara Khusus dengan Dirjen HPI Kemlu, L. Amrih Jinangkung

Perjanjian Internasional punya peran penting bagi Indonesia.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 7 Menit

Kenapa proses keluar permenlu lama?

Sebenarnya praktek pembuatan dan penerbitan surat kuasa sudah dilakukan sejak lama. Permenlu tersebut membakukan prosedur yang selama ini sudah dilakukan.

Mengapa surat kuasa diperlukan dalam perjanjian internasional, apakah memang intens perjanjian internasionalnya?

UU PI  mengatur mengenai kriteria perjanjian apa dan siapa yang perlu diberikan surat kuasa. Misalnya suatu kementerian akan membuat perjanjian yang sifatnya teknis, detail dan merupakan tupoksi kementerian tersebut, apalagi perjanjian itu merupakan perjanjian turunan dari suatu perjanjian induk antar Pemerintah. Biasanya untuk situasi seperti ini tidak perlu surat kuasa. Ada suatu perjanjian yang ditandatangani kementerian A misalnya, atas nama pemerintah RI. Substansi perjanjiannya sangat luas dan ditangani lintas kementerian/lembaga, maka untuk perjanjian ini, penandatangannya perlu surat kuasa.

Berapa banyak jumlah perjanjian internasional yang sudah disepakati?

Lumayan banyak, saat ini yang tersimpan di Treaty Room Kemlu ada 6.973. Bidang kerjasamanya macam-macam, seperti peningkatan kapasitas, kesehatan, pendidikan, pertahanan, kelautan, perdagangan, dan sebagainya.

Hambatan dalam pembuatan perjanjian internasional?

Hambatan, misalnya dari sisi substansi, kalau perjanjian internasional tersebut tidak sejalan dengan kepentingan nasional, atau bertentangan dengan pelaksanaan polugri. Misalnya, satu negara ingin kita dalam perjanjian perdagangan membuka akses pasar untuk komoditas tertentu yang di Indonesia sensitif, enggak bisa dibuka, ya kita enggak mau. Atau kerja sama yang melibatkan atau berpotensi bertentangan dengan politik luar negeri yang kita pegang. Kan ada negara yang kita punya hubungan diplomatik, tapi ada negara yang karena alasan tertentu kita tidak punya hubungan diplomatik. Kita perlu menghindari suatu ikatan hukum dengan negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik tersebut.

Ada kriteria khusus penerima kuasa pemerintah?

Praktik kita adalah Pejabat pemerintah, karena ini kan perjanjian antara Pemerintah suatu negara dengan yang lain.  Kriterianya kita melihat kesetaraan, misal disana menteri yang tanda tangan dan dari sini menteri juga. Jangan sampai disini Menteri disana direktur, kan enggak pas.

Misal kita ratifikasi suatu perjanjian, bisa otomatis diterapkan?

Ini adalah tema khusus dalam hukum internasional, dan ada perdebatan khusus mengenai itu, yaitu paham monisme dan dualisme. Sampai saat ini diskusi domestik mengenai apakah kita menganut prinsip monisme atau dualisme, saya kira belum selesai. Kalau ditanya Indonesia mengikuti prinsip mana, mungkin belum ada jawaban pasti. Dalam praktek selama ini, ada perjanjian internasional yang setelah kita tandatangani atau kita ratifikasi terus diberlakukan, namun ada pula perjanjian internasional yang memerlukan aturan implementasi, baru berlaku.

Halaman Selanjutnya:
Tags: