Wewenang Ketua Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Perdata Harus Terukur
RUU Hukum Acara Perdata

Wewenang Ketua Pengadilan dalam Eksekusi Putusan Perdata Harus Terukur

Sempat ada wacana bakal mengeluarkan kewenangan ketua pengadilan dalam eksekusi putusan perdata dan diserahkan ke lembaga baru. Namun terjadi perdebatan sengit dan terjadi penolakan dari kalangan pengadilan. Alhasil, rencana tersebut dibatalkan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Narasumber diskusi daring bertajuk 'RUU Hukum Acara Perdata dan Arah Reformasi Eksekusi Perdata', Rabu (15/12/2021). Foto: RFQ
Narasumber diskusi daring bertajuk 'RUU Hukum Acara Perdata dan Arah Reformasi Eksekusi Perdata', Rabu (15/12/2021). Foto: RFQ

Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata resmi masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, Menempati nomor urut 31, RUU Hukum Acara Perdata ini sebagai pembaharuan dalam hukum acara perdata dari Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Reglement voor de Buitengewesten (RBG). Salah satu hal menarik dalam RUU itu soal perubahan pengaturan pelaksanaan eksekusi putusan perkara perdata yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri (KPN).

Anggota Tim Penyusun RUU Hukum Acara Perdata, Prof Basuki Rekso Wibowo mengatakan RUU Hukum Acara Perdata tersebut sebagai produk hukum buatan Indonesia sebagai pengganti HIR dan RBG yang berlakunya bersifat sementara. Seejarah berlakunya HIR dan RBG ditentukan dengan merujuk Pasal II Aturan Peralihan UUD Tahun 1945.

Dia menyoroti salah satu substansi RUU Hukum Acara Perdata terkait pelaksanaan putusan perdata sebagaimana tertuang dalam Bab XI, khususnya Pasal 203 sampai dengan Pasal 224. Pelaksanaan putusan perdata menjadi muara atau ujung dari keseluruhan rangkaian proses hukum acara di pengadilan. Namun praktiknya, pelaksanaan putusan pengadilan perkara tahapan yang paling sulit dan kompleks dalam pelaksanaan eksekusi.

“Bukan semata-mata persoalan teknis, melainkan juga soal kewenangan, kepentingan, serta berbagai kendala yang ada,” ujar Prof Basuki Rekso Wibowo dalam sebuah diskusi daring bertajuk “RUU Hukum Acara Perdata dan Arah Reformasi Eksekusi Perdata”, Rabu (15/12/2021). (Baca Juga: Pembentuk UU Sepakati 40 RUU Prolegnas 2021, Ini Daftarnya!)

Menurutnya, pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan tak lepas dari peran KPN. Kewenangan KPN sebagai otoritas untuk memerintahkan, memimpin, menolak, hingga menunda eksekusi sebagai sebuah diskresi. Namun, penggunaan wewenang itu harus terukur, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan secara objektif ditinjau dari aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas) ini menerangkan dulu saat proses pembahasan RUU sempat muncul wacana mengeluarkan kewenangan KPN dalam eksekusi putusan dan mengalihkan sejumlah kewenangan tersebut pada lembaga baru. Alhasil, wacana tersebut memunculkan perdebatan sengit dan resistensi dari sejumlah pihak, khususnya dari kalangan peradilan.

“Mengeluarkan kewenangan pelaksanaan eksekusi putusan perdata dipandang mereduksi kewenangan KPN,” kata dia.  

Tags:

Berita Terkait