Women in Detention: Memahami Hak dan Tanggung Jawab Negara
Kolom

Women in Detention: Memahami Hak dan Tanggung Jawab Negara

Perempuan di lapas merupakan subjek hukum yang juga mempunyai hak asasi yang harus diperjuangkan.

Bacaan 2 Menit

 

Semua aturan tersebut sudah seharusnya menjadi perhatian dari Pemerintah karena konstitusi sudah memberikan jaminan HAM untuk semua warga negaranya. Hal ni dapat terlihat dari adanya satu bab khusus di dalam UUD 1945 yang mengatur mengenai HAM. Salah satunya adalah hak untuk melanjutkan keturunan yang diatur di dalam Pasal 28B bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

 

Dengan adanya pengaturan di dalam konstitusi ini, maka seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk mengimplementasikan kebijakan dalam peraturan perundang-undangan yang melindungi dan mendukung terpenuhinya hak tersebut. Selain itu, terdapat hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak berupa makan dan minum yang menunjang kehidupan setiap warga negara termasuk di dalam lapas.

 

Pemerintah belum memberikan prioritas terhadap permasalahan perempuan di lapas secara khusus yang terlihat dari anggaran yang diajukan untuk pembinaan lapas dan rutan meskipun sudah ditingkatkan namun belum mencukupi sehingga terkadang menyulitkan pelaksanaan perlindungan hak perempuan di lapas.

 

Sejumlah lapas bahkan harus menunggu kedatangan dari rekan-rekan pemerhati hak warga binaan lapas untuk mendapatkan bantuan berupa sejumlah kebutuhan makan yang layak bagi warga binaannya, bahkan tidak jarang melakukan pemungutan donasi sendiri dari pegawai di lapas tersebut untuk sekadar menambah makanan yang layak bagi warga binaan. Artinya, negara belum benar-benar menjadi tempat bernaung yang nyaman bagi warga binaan khususnya perempuan.

 

Selain anggaran yang belum maksimal, terdapat permasalahan ekonomi yang juga mengakibatkan jumlah tahanan perempuan meningkat. Hal ini dikarenakan mereka menjadi terpaksa untuk melakukan tindakan kriminal demi melanjutkan kehidupannya sementara negara belum siap untuk memberikan penghidupan yang layak dan pekerjaan yang layak bagi warga negara.

 

Di beberapa lapas perempuan ditemukan bahwa kasus terbanyak yang dilakukan oleh narapidana tersebut adalah kasus narkoba. Di Lapas Klas IIA Perempuan Tanjunggusta misalkan, 364 dari total 454 warga binaannya merupakan terpidana kasus narkotika. Demikian juga di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA, Bandung dari sekitar 400 narapidana yang ada, 70 persen atau tiga per empat penghuni blok kamarnya merupakan terpidana kasus narkoba. Dari dua lapas tersebut, mayoritas dari narapidana yang menjalani hukuman karena narkotika adalah pengedar baik skala kecil maupun skala besar yang dilakukan baik karena kesadaran maupun karena paksaan kondisi ekonomi yang tidak mendukung.

 

Kehidupan perekonomian yang tidak stabil di Indonesia menjadikan ketimpangan sosial yang sangat tinggi di antara warga negaranya. Pemerintah belum mempunyai sebuah kebijakan yang mampu menghilangkan atau setidaknya meminimalisir ketimpangan sosial yang ada. Akibatnya, kategori perempuan rawan sosial ekonomi menjadi meningkat di Indonesia.  

Tags:

Berita Terkait