Working Mom: Sebuah Panggilan untuk Menjadi ‘The Real Life Superhero’
#HangingOutWithHukumonline

Working Mom: Sebuah Panggilan untuk Menjadi ‘The Real Life Superhero’

A working mom is a real superhero. Why? They need to juggle the role as working mom, take care of and raise another human being.

Oleh:
Tim Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Foto: Esther Makainas, Legal Director Pfizer Indonesia, Malaysia, Brunei
Foto: Esther Makainas, Legal Director Pfizer Indonesia, Malaysia, Brunei

Memutuskan menikah dan membina rumah tangga artinya siap untuk hidup dengan dua keluarga. Pertama, keluarga inti yang terdiri atas orang tua maupun saudara—ruang di mana seseorang tumbuh dan berkembang. Kedua, keluarga yang ia pilih untuk berdampingan: pasangan dan anak. Namun, selain tantangan, tentu ada beragam kemudahan ketika seseorang mampu membangun hubungan yang baik dengan keduanya. Hal inilah yang diungkapkan oleh Legal Director Pfizer Indonesia, Malaysia dan Brunei, Esther Makainas, mengawali pembicaraan soal perannya sebagai ibu.

Sejak kecil, Esther telah terbiasa menjadi perempuan mandiri. Lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, ia harus berani berdiri sendiri, ‘stands out’, dan bermimpi besar. Tentu, nilai hidup yang dipegangnya ini juga tak lepas dari peran kedua orang tua dan adik-adiknya yang begitu suportif untuk membantu. Seperti halnya, saat ia dan suami harus berhadapan dengan urusan pekerjaan yang mendadak dan tak sempat menemani kegiatan anaknya orang tua dan adik-adiknya menjadi andalan utama dalam keadaan tertentu.

Keterbukaan dengan pasangan dan anak, selanjutnya jadi poin lain. Tentu, hidup berkeluarga secara sehat butuh kontribusi dari berbagai pihak. Esther ingat satu rencana liburan bersama yang sudah ia rancang bersama keluarga. Di tengah jalan, ada kondisi mendesak yang mengharuskan ia pergi ke negara lain. Namun, berkat kerja sama dan komunikasi dengan suami dan anak, tantangan itu akhirnya terselesaikan. Ia dapat membagi rata waktu yang tersedia dan menjalankan fungsinya sebagai perempuan karier dan seorang ibu.

“Di samping peran penting pasangan yang selalu mendukung, komitmen terhadap fungsi ganda sebagai ibu dan wanita karir membuat kita dapat dengan mudah melakukan time management dengan baik,” kata Esther.

Hukumonline.com

Foto: Sesi Interview Esther bersama Tim Hukumonline

Seperti Superhero

Bagi Esther, menjadi ibu yang bekerja, jelas sebuah tantangan tersendiri. Ia bahkan memberikan analogi: the real life superhero. “Being a working mom is a real superhero. Why? They need to juggle the role as working mom and taking care and raising another human being,” Esther menambahkan.

Pandemi Covid-19 pun sedikit-banyak membuat Esther jadi lebih inovatif. Nilai plusnya, ia dapat sering memiliki waktu di rumah sembari bekerja. Meski tantangan time zone kerap hadir di tengah pekerjaannya sebagai legal director bahkan sempat selama lebih dari 1 tahun memegang fungsi sebagai Digital Legal lead dengan lingkup tanggung jawab di wilayah Asia, Afrika, Timur Tengah hingga Amerika Latin; Esther tetap menjalani perannya dengan senang dan sepenuh hati, sembari memetik pelajaran positif bekerja dengan orang berbeda budaya maupun hukum negara.

Beruntung, teknologi memampukan semua koordinasi dapat dilakukan secara mudah. Dalang lingkup pekerjaan, tak lupa Esther membawa nilai ‘keterbukaan’ dengan tim. Ia percaya, keterbukaan membentuk trust dan komunikasi yang baik akan menumbuhkan kinerja yang baik pula. Bagaimanapun, ia paham, hidup manusia tak hanya soal pekerjaan. “Saya juga sangat terbuka jika ada tim yang ingin izin karena harus memprioritaskan kebutuhan keluarganya,” ujar Esther. 

Kembali ke rumah, ia kembali menjalani peran ibu dengan lebih maksimal. Sebagai individu, tentu ia ingin jadi pribadi yang lebih sehat. Ia kembali rutin berolah raga dan terus belajar hal baru: mencoba resep baru dan membuat kue. Untuk meningkatkan kualitas hubungan dalam keluarga, ia juga beberapa kali membawa ‘suasana restoran’ untuk makan malam di rumah. Momen ini penting, sebab ketika makan bersama, ia dapat lebih mudah berkomunikasi dengan anak dan pasangannya dan membahas macam-macam. Pun, inilah salah satu solusi di tengah pembatasan kegiatan sosial.

Komunikasi dengan buah hati juga dengan rutin ia lakukan. Tentu ada tujuannya: menurunkan kemandirian dan keterbukaan dalam berkomunikasi sejak dini. Biasanya, ia akan mulai bertanya atau memantik satu statement yang akan membuat si anak berpikir. “Apa yang sebaiknya dilakukan untuk situasi-situasi tertentu? Hal ini untuk melatih problem solving dan melakukan lead by example dengan baik. Anakpun menjadi merasa terlibat dalam pembuatan keputusan,” kata Esther. 

Adaptif lantas menjadi salah satu kunci yang membuat perjalanannya kian mantap. “Karena pada akhirnya, untuk bisa survive dalam segala hal, kita harus mulai dari diri sendiri dengan begitu kita bisa membantu diri sendiri untuk beradaptasi,” pungkas Esther.

Tags: