Islam Memandang Akte Kelahiran dari Kemaslahatannya
Berita

Islam Memandang Akte Kelahiran dari Kemaslahatannya

Tidak ada nash al-Qur'an yang mewajibkan kelahiran anak dicatatkan ke dalam sebuah akte. Meskipun demikian, dari sisi kemaslahatan, pencatatan kelahiran itu bisa bersifat wajib hukumnya.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Islam Memandang Akte Kelahiran dari Kemaslahatannya
Hukumonline

 

Pendapat yang agak berbeda dikemukakan oleh pemikir muda NU Ahmad Rumadi. Penulis buku Fiqh Mazhab Negara itu menilai akte kelahiran bukanlah sesuatu yang penting. Dicatat atau tidak ke dalam akte, eksistensi anak tetap diakui. Bahkan ia mengatakan bahwa mencatatkan kelahiran itu mengandung arti memperkuat ketundukan kepada negara. Sebab, negaralah yang mencatatkan proses hukum itu.

 

Dalam konsep Islam, identitas anak antara lain ditandai dengan penggunaan kata bin atau binti. Dengan konsep itu akan ketahuan, seseorang keturunan siapa. Cuma, papar Rumadi, Islam juga tidak melarang apabila kelahiran bayi dicatatkan. Pencatatan kelahiran toh akan tetap membawa maslahat. Tidak ada halangan sedikit pun dari Islam untuk mencatatkan kelahiran, perkawinan dan kematian, katanya.

 

Gandi sendiri berencana memperluas sosialisasi RUU Catatan Sipil ke kalangan agama lain untuk mendapatkan masukan komprehensif. RUU yang disusun Konsorsium Catatan Sipil itu sendiri hingga kini masih tertahan di Departemen Dalam Negeri.

 

RUU tersebut secara garis besar akan mengatur tiga proses hukum dalam kehidupan manusia, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Berdasarkan RUU ini, pencatatan kelahiran anak menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Namun masih banyak masalah yang mengganjal dalam pembahasan. Misalnya status anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, anak yang lahir dari pasangan penghayat kepercayaan, status anak yang lahir dari orang tua yang berbeda agama. Bahkan muncul gagasan bagaimana RUU ini kelak bisa mengantisipasi perkembangan seperti pencatatan kelahiran anak hasil inseminasi (bayi tabung) dan bayi hasil kloning. Cuma, menyangkut isu terakhir, masih kuat penolakan dari kalangan agamawan.

Demikian antara lain pandangan yang disampaikan Profesor Hasanuddin AF, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Rabu (28/04) siang. Dekan Fakultas Syariah itu mengungkapan argumen-argumen tentang pentingnya pencatatan kelahiran menurut nalar fikh dan ushul fikh.

 

Hasanuddin berbicara sebagai narasumber dalam rangkaian diskusi serial untuk mendapatkan masukan terhadap RUU Catatan Sipil. Kali ini, bekerjasama dengan UNICEF dan Konsorsium Catatan Sipil, Gerakan Anti Diskriminasi (Gandi) mengusung lokakarya bertema Pencatatan Kelahiran: Akte Kelahiran dan Status Anak dalam Islam.

 

Menurut Hasanuddin, tidak ada nash al-Qur'an yang secara langsung mengatur pencatatan kelahiran seorang bayi. Masalah ini masuk ruang lingkup muamalah, hubungan antar sesama manusia. Meskipun tidak diatur eksplisit, maka ada dasar hukum yang bisa dijadikan pijakan. Dalam Islam diatur bahwa suatu kewajiban yang tidak akan sempurna tanpa adanya sesuatu, maka mengadakan sesuatu itu hukumnya wajib.

 

Dalam konteks ini, hukum mencatatkan kelahiran anak bisa menjadi wajib jika kemaslahatannya lebih besar. Pencatatan itu berguna menjaga status dan asal usul anak. Pandangan senada dikemukakan Ari Masyhuri, Sekretaris Konsorsium Catatan Sipil. Mengingat manfaat dari akte kelahiran adalah sebagai bukti otentik ketika terjadi sengketa waris, sengketa wasiat atau hibah, maka pencatatan kelahiran menjadi penting, ujarnya kepada hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags: