DPR Tidak Klarifikasi Calon Hakim Agung
Utama

DPR Tidak Klarifikasi Calon Hakim Agung

Komisi II DPR tidak melakukan klarifikasi terhadap calon hakim agung yang mengikuti fit and proper test. Pasalnya, DPR tidak mempunyai data untuk diklarifikasi.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
DPR Tidak Klarifikasi Calon Hakim Agung
Hukumonline

Teras mengatakan, Komisi II telah meminta dana pada Sekjen DPR untuk memasang pengumuman di media massa, namun, permintaan Komisi II itu ditolak oleh Sekjen. "Sekjen menyatakan tidak ada dana untuk iklan," cetusnya.

Oleh sebab itu, dalam mengajukan pertanyaan pada calon, Komisi II hanya mengandalkan visi, misi, program dan laporan harta kekayaan yang ditulis oleh calon. Apalagi, Komisi II juga tidak melakukan penelitian terhadap track record calon maupun putusan-putusan yang pernah dibuatnya.  

Teras berpendapat, bahan yang diberikan oleh calon sudah cukup untuk melakukan seleksi, karena 44 nama calon hakim agung berasal dari MA, sehingga semestinya MA telah menyeleksi mereka.

Dalam fit and proper test hari pertama ini, ada enam orang calon yang diseleksi. Mereka adalah: Abbas Said (Ketua Pengadilan Tinggi Pekanbaru), Agus Djunaidi Iskandar (Hakim Tinggi Pengawas MA), Andar Purba (Direktur Perdata MA), Ansyahrul (Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan MA), Atja Sondjaja (Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak), dan Azwar Dalim (Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin).

Abbas--ayah dari pengacara Farhat Abbas--, Andar dan Atja tercatat pernah terdaftar sebagai calon hakim agung pada fit and proper test tahun 2003, namun tidak lolos seleksi administratif.

Pertanyaan yang diajukan pada calon berkisar pada visi, misi, seputar tugas hakim agung dan sedikit tentang kekayaan calon. Pertanyaan soal integritas, hanya sebatas menanyakan apakah yang bersangkutan bersih, karena anggota dewan tidak mempunyai data untuk diklarifikasi.

Menabung dari gaji

Andar sempat ditanya mengenai harta kekayaannya yang berjumlah Rp 2,881 miliar plus AS$45 ribu. Apalagi, ia mengaku tidak mempunyai usaha, dan kekayaan itu semata diperoleh dari gajinya sebagai hakim.

Andar menjelaskan bahwa harta kekayaannya sebagian besar berasal pertambahan nilai. Misalnya, sebidang tanah yang dibelinya seharga Rp 200 ribu per meter naik nilainya menjadi Rp 500 ribu. Menurutnya, gaji hakim selama ini cukup besar, lebih besar dari PNS lain dan ia bisa menabung dari gaji tersebut.

"Saya 24 tahun selalu menjadi pimpinan pengadilan, sehingga mendapat uang Muspida dan Tunjangan Hari Raya," kata Andar. Dengan menjadi ketua pengadilan, menurut Andar, ia bisa menabung 15 gram emas setiap bulannya.

Yang menarik, proses fit and proper test calon hakim agung kali ini ternyata direkam dan hasilnya akan diserahkan pada Komisi Yudisial. "Direkam, akan dibuat transkripnya, lalu diserahkan pada Komisi Yudisial," tutur Teras.

Dengan begitu, menurut Teras, Komisi Yudisial bisa meminta pertanggungjawaban jika kelak mereka menjadi hakim agung. Apalagi, semua calon menandatangani surat pernyataan yang menyebutkan bahwa apa yang mereka sampaikan adalah benar dan bila tidak benar, ia bersedia dituntut secara hukum dan bersedia mundur.

Berbeda dengan fit and proper test hakim agung yang lalu, dalam fit and proper test kali ini, yang berlangsung mulai Senin (14/06), tidak ada agenda klarifikasi terhadap sang calon. Biasanya, selain mengajukan berbagai pertanyaan seputar misi dan visi calon, Komisi II melakukan klarifikasi terhadap laporan masyarakat tentang calon yang masuk ke Komisi II.

Menurut Ketua Komisi II, Teras Narang, klarifikasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada satupun laporan masyarakat yang masuk ke Komisi II. "Yang ada malah surat dukungan dari masyarakat terhadap calon," ujar Teras seusai fit and proper test.

Menjelang fit and proper test kali ini, Komisi II memang tidak membuat pengumuman di media massa yang meminta agar masyarakat memberi laporan tentang calon kepada Komisi II.

Halaman Selanjutnya:
Tags: