Dipersoalkan, Mediasi Terbuka Bagi Sengketa Konsumen
Utama

Dipersoalkan, Mediasi Terbuka Bagi Sengketa Konsumen

Dalam Perma tentang Mediasi, ditentukan bahwa proses mediasi untuk perkara perlindungan konsumen dilakukan secara terbuka. Namun, ada kekhawatiran, proses yang terbuka malah akan merugikan salah satu pihak dalam proses mediasi.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Dipersoalkan, Mediasi Terbuka Bagi Sengketa Konsumen
Hukumonline

Ketentuan Perma itu dinilai bermasalah oleh Panji. Dengan mediasi yang berlangsung secara terbuka, Panji sangat pesimistis akan dapat tercapai kesepakatan.

"Prinsip mediasi adalah mencari penyelesaian dengan cara mengembangkan alternatif-alternatif yang tidak mungkin dikembangkan di pengadilan. Karena itu, esensi mediasi adalah tertutup, untuk mengembangkan alternatif-alternatif  penyelesaian," ujar Panji. Ketika mediasi dilakukan terbuka, menurutnya, proses itu menjadi hampir serupa dengan sidang pengadilan, hanya formatnya yang berbeda.

Dalam Perma disebutkan bahwa bukti-bukti yang diajukan dalam proses mediasi akan dimusnahkan bila tidak tercapai kesepakatan dalam proses itu, sehingga tidak dapat diajukan dalam proses persidangan. Namun, dalam proses mediasi yang terbuka, bukti-bukti itu telah diketahui oleh umum.

"Bayangkan kalau kita ajukan bukti, kemudian tidak tercapai kesepakatan. Walau bukti dimusnahkan, tapi itu kan sudah ada yang melihat, ada wartawan segala macam. Kita kan tidak bisa melarang mereka untuk mempublikasikan itu, cetus Panji.

Apakah seluruh sengketa yang dikategorikan sebagai sengketa publik oleh Perma, mediasinya harus dilakukan secara terbuka? Bagaimana jika keterbukaan itu malah dianggap menghalangi tercapainya perdamaian oleh salah satu pihak, seperti  terjadi dalam kasus diatas?

Berdampak ke publik

Mas Achmad Santosa, peneliti senior Indonesian Institute for Conflict Transformation (IICT), yang juga terlibat dalam pembuatan Perma tentang Mediasi, menyatakan bahwa dalam kasus yang melibatkan kepentingan publik, tidak berlaku lagi prinsip confidentiality atau kerahasiaan dalam proses mediasi.

Kasus yang menyangkut perlindungan konsumen, menurut Mas Achmad, termasuk yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Meski dalam kasus tersebut penggugat hanya satu orang, namun menurut Mas Achmad, kasus itu dapat berdampak pada orang lain yang juga merupakan konsumen.   

Kekhawatiran bahwa proses mediasi yang terbuka akan merugikan proses mediasi, dinilai Mas Achmad tidak tepat. Pasalnya, pengungkapan-pengungkapan dalam mediasi yang dituangkan dalam bentuk catatan-catatan, tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam gugatan, jika mediasi gagal. Sementara bukti-bukti yang diajukan dalam proses mediasi, tetap berlaku di pengadilan.

Karena itu Mas Achmad berpendapat, ketentuan Perma yang menyatakan perkara konsumen mediasinya terbuka untuk umum, sudah tepat. Adapun kelemahan Perma tersebut, menurutnya, adalah tidak didefinisikannya secara jelas apa yang dimaksud dengan sengketa publik. Perma itu hanya memberikan contoh sengketa publik, antara lain, kasus perlindungan konsumen, lingkungan, HAM, tanpa memberi definisi.

Berbeda dengan prosedur mediasi kasus-kasus perdata lainnya, mediasi kasus gugatan Takashu Masaharu terhadap PT Coca-Cola di PN Jakarta Selatan berlangsung secara terbuka. Para wartawan, maupun pengunjung dapat dengan bebas melihat berlangsungnya prosedur mediasi.

Pasal 14 ayat 2 Perma No 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan memang menyebutkan bahwa proses mediasi untuk sengketa publik terbuka untuk umum. Sedang pasal 1 butir 9 menjelaskan, yang dimaksud dengan sengketa publik adalah sengketa di bidang lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen, pertanahan dan perburuhan yang melibatkan kepentingan banyak buruh.

Tapi,  proses yang terbuka itu justru menuai protes dari pihak Coca-Cola. Kuasa hukum Coca-Cola, Panji Prasetyo sampai merasa perlu menemui ketua PN Jakarta Selatan, Soedarto, untuk menyatakan keberatannya.

Panji merasa, meski kasus yang dialami kliennya adalah kasus perlindungan konsumen, namun sengketa tersebut bukan merupakan sengketa publik. Alasannya, gugatan tersebut diajukan oleh perseorangan, bukan gugatan class action atau legal standing, dan ditujukan pada sebuah perusahaan privat. Menurutnya, UU perlindungan konsumen sendiri membedakan antara sengketa perorangan dengan sengketa publik.

Namun, mediator maupun Ketua PN Jakarta Selatan menolak keberatan Coca- Cola.

Mereka bersandar kepada bunyi Perma yang secara tegas menyatakan bahwa perlindungan konsumen termasuk sengketa publik. Artinya, sengketa tentang perlindungan konsumen proses mediasinya harus dilakukan secara terbuka.

Halaman Selanjutnya:
Tags: