Sistem Peradilan Koneksitas akan Dihapus dari KUHAP?
Utama

Sistem Peradilan Koneksitas akan Dihapus dari KUHAP?

RUU KUHAP akan menghapus keistimewaan militer dalam suatu kasus tindak pidana. Sudah saatnya hukum acara pidana menuju sistem civil society.

Oleh:
Gie/Mys
Bacaan 2 Menit
Sistem Peradilan Koneksitas akan Dihapus dari KUHAP?
Hukumonline

 

Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, masalah koneksitas diatur pada pasal 89-94. Pasal 94 sebenarnya tegas menyebutkan bahwa tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan militer dan umum harus diadili di peradilan umum. Pengecualiannya adalah jika Menhankam atas persetujuan Menkeh, memutuskan untuk diadili di peradilan militer. Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak, jaksa dan oditur militer harus berembug.

 

Empat ketentuan

 

Penghapusan eksklusivitas militer dalam peradilan koneksitas bukan berarti aturan koneksitas dihapus sama sekali. Bisa jadi keenam pasal dalam KUHAP akan diringkas dalam RUU.

 

Berdasarkan salinan draf ketiga RUU KUHAP yang diperoleh hukumonline, masih ada satu pasal lagi aturan mengenai peradilan koneksitas, yakni Pasal 82. Hal itu diatur dalam Bab VIII tentang Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Orang Sipil Bersama Anggota TNI.

 

Ada empat ketentuan mengenai koneksitas yang diatur dalam pasal 82 RUU KUHAP tersebut. Pertama, tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh sipil dan anggota TNI, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Kedua, apabila tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana militer, maka diperiksa dan diadili oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer. Tindak pidana militer maksudnya adalah tindak pidana militer sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Pidana Militer. Dalam RUU Peradilan Militer yang sudah disusun Badan Legislasi DPR, hukum acara koneksitas juga dihapuskan. Ketiga, penyidikan perkara sebagaimana dimaksud pada bagian pertama dilakukan oleh penyidik kepolisian negara. Keempat, dalam melakukan penyidikan tersebut penyidik polisi dapat-–bukan harus-- meminta bantuan kepada Polisi Militer.

Bermula dari kritikan Daniel Panjaitan terhadap penggunaan sistem koneksitas dalam kasus 27 Juli. Aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menilai penggunaan koneksitas dalam kasus tersebut tidak tepat. Selain karena korban dan mayoritas pelakunya adalah sipil, penentuan penggunaan sistem koneksitas pun menyalahi prosedur karena ditentukan dalam rapat tertutup di Komisi II DPR.

 

Menurut Daniel, sistem koneksitas yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai dengan TAP MPR tentang pemisahan TNI dan Polri. Kalau kebetulan pelaku dari kalangan militer, tapi seluruh korbannya adalah sipil, maka tidak cukup alasan membawa perkara itu ke pengadilan koneksitas, komentar Daniel di sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (23/06) pekan lalu.

 

Pandangan Daniel itu tampaknya bak gayung bersambut. Ketua Tim Penyusun RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Profesor Andi Hamzah membenarkan adanya perubahan sistem peradilan koneksitas dalam RUU KUHAP, yakni peradilan yang melibatkan aparat militer dan sipil dalam suatu tindak pidana umum. Menurut Andi Hamzah, eksklusivitas militer akan dihapus. Ini akan menghapus keistimewaan militer, ujarnya saat dihubungi hukumonline melalui telepon.

 

Berdasarkan praktek selama ini, banyak kasus yang melibatkan militer berrmuara ke peradilan militer, meski yang dilakukan adalah tindak pidana umum. Menurut Andi, dalam RUU KUHAP tidak ada lagi peradilan koneksitas untuk perkara pidana umum yang dilakukan oleh militer. Sudah saatnya KUHAP menuju ke dalam sistem civil society, ujarnya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: