'Suami Sebagai Kepala Keluarga', Masih Relevankah?
Berita

'Suami Sebagai Kepala Keluarga', Masih Relevankah?

Undang-Undang Perkawinan menempatkan suami atau laki-laki sebagai kepala keluarga. Tapi berdasarkan data BPS, ada sekitar enam juta rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
'Suami Sebagai Kepala Keluarga', Masih Relevankah?
Hukumonline

Nani Zulminarni, Koordinator Nasional Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), memperkirakan  saat ini ada 6 juta lebih keluarga di Indonesia yang dikepalai seorang perempuan. Dari jumlah itu, banyak diantaranya merupakan janda yang suaminya meninggal akibat konflik bersenjata. Sebagian lagi karena meninggal secara alamiah dan suami pindah tanpa kabar.

Menurut Nani, PEKKA hadir antara lain untuk memberikan advokasi kepada para perempuan kepala keluarga tadi. Banyak di antara mereka yang tidak paham akan hak-hak hukum mereka sebagai kepala keluarga. Sebagai janda, mereka kurang memperhatikan hak-hak mereka karena waktunya lebih banyak tersita mengurusi keluarga.

Nani mencontohkan, perempuan korban perceraian sering tak bisa mendapatkan pembagian harta gono gini atau kehilangan anak karena direbut suami. Kami akan memberikan advokasi kepada mereka, termasuk memperjuangkan hak-hak mereka yang terabaikan, kata Nani kepada hukumonline.

Sejauh ini PEKKA sudah berhasil mengkoordinir kaum perempuan kepala keluarga di lebih dari 200 desa yang tersebar di 19 kabupaten. Mereka tersebar di delapan propinsi yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Menurut Nani, di sebagian propinsi, perempuan kepala keluarga muncul sebagai akibat tingginya angka perceraian.

Ketua Program Studi Kajian Wanita Pascasarjana Universitas Indonesia Prof. Saparinah Sadli mengakui bahwa kedudukan perempuan, termasuk isteri yang ditinggal suami, dalam hukum masih lemah. Menurut dia, ini berkaitan dengan nilai budaya yang kemudian diwujudkan dalam kebijakan negara. Misalnya, Undang-Undang Perkawinan tadi.

Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Pasal ini sering ditafsirkan salah, sehingga seolah-olah suami yang mengatur segala sesuatu dalam urusan rumah tangga. Padahal, menurut Undang-Undang yang sama, kedua belah pihak mempunyai kedudukan yang sama dan berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Ketentuan itu berlaku bagi keluarga lengkap dimana suami dan isteri hidup rukun. Bagaimana kalau suami tidak ada? Kalaupun ada, bagaimana kalau yang menjadi ‘kepala keluarga' adalah sang istri alias perempuan? Bagaimana pula kedudukan janda dalam sistem hukum nasional?

Itulah antara lain pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bakal mengemuka dalam pertemuan ratusan perempuan kepala keluarga (women headed household) di Jakarta, mulai Senin (9/8) mendatang. Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Kamala Chandrakirana mengatakan bahwa komisi yang dia pimpin memfasilitasi pertemuan selama seminggu itu setelah melihat kenyataan cukup banyak keluarga yang dikepalai seorang perempuan.

Tags: